Langsung ke konten utama

Sesuai Keinginanmu



Bel sekolah tanda berakhirnya seluruh pelajaran sudah berbunyi sejak 45 menit yang lalu. Tampak Lisa masih berbincang-bincang dengan teman-temannya mengenai hasil uji coba ujian nasional yang baru saja keluar tadi siang sambil berjalan menuju depan gerbang sekolah. Lisa tampak percaya diri akan hasil uji coba yang keluar tadi dan merasa siap untuk menghadapi ujian nasional yang akan mereka lalui dua minggu lagi. Teman-temannya tampak bersemangat untuk belajar melihat kepercayaan diri dan keoptimisan Lisa sehingga mereka saling mendukung satu sama lain untuk belajar. Tanpa terasa mereka semua sudah sampai di depan gerbang sekolah dan sebuah mobil hitam menunggu kedatangan seseorang. Lisa melambaikan tangan kepada teman-temannya, masuk ke dalam mobil hitam tersebut dan menempati kursi belakang mobil tersebut. Tak lama setelah pintu ditutup, mobil berjalan perlahan menjauhi sekolah.
“Aku senang deh mas Ardi hari ini. Hasil uji coba ujian nasionalku bagus-bagus.” Kata Lisa riang sambil memajukan kepalanya ke kursi depan.
“Oh iya? Nilainya berapa saja?” Tanya mas Ardi penasaran sambil tetap fokus menyetir mobil.
“Di atas delapan semua mas, eh tapi kecuali sosiologi sih. Jawabannya kayaknya benar semua sih soalnya.”
“Wah bagus tuh, jadi ujian nasional pasti lulus dong.”
“Lulus sih pasti lulus mas, tapi aku tidak mau hanya lulus saja. Aku mau dapet nilai yang bagus juga.” Lisa mengatakannya dengan penuh semangat.
“Bagus sekali kamu punya semangat seperti itu. Coba dulu mas Ardi waktu masih sekolah semangat seperti kamu, haha.” Kata mas Ardi diiringi tawa oleh Lisa juga.
Selama perjalanan pulang, Lisa bercerita kesehariannya selama di sekolah kepada Ardi. Keadaan sekolah, teman-teman Lisa, guru-guru yang mengajar Lisa, mata pelajaran yang dihadapinya, dan banyak yang Lisa curahkan. Ardi mendengarkan dengan seksama dengan sesekali menanggapi perkataannya dan mengangguk kecil. Tak berapa lama mereka sudah sampai di depan komplek perumahan tempat Lisa tinggal. Dilajunya mobil menuju rumah Lisa.
“Oh iya setelah antar kamu pulang, mas langsung pergi lagi jemput bapak.” Kata Ardi sambil berusaha meminggirkan mobil di depan rumah Lisa.
“Oh? Papa pulang cepat?” Kata Lisa dengan raut muka kaget.
Ardi mengangguk “Iya, bapak sudah tiga hari lembur makanya hari ini bisa pulang cepat.”
Lisa hanya terdiam saja mendengar kabar ayahnya pulang cepat, Lisa kemudian mengambil barang-barangnya dan segera keluar dari mobil “Hati-hati ya mas Ardi. Terima kasih ya mas.”
Lisa menuju ke depan pintu rumah dan berbalik badan melihat kepergian Ardi. Tampak Ardi sudah memutar balikkan mobilnya dan melaju untuk menjemput ayah Lisa. Lisa kemudian terdiam sebentar memikirkan hal apa saja yang akan disampaikannya kepada ayah malam ini, karena sejak tiga hari lembur Lisa belum pernah benar-benar mengobrol bertatap muka dengan ayahnya. Akhirnya Lisa membuka pintu rumahnya dan masuk ke rumah Lisa yang cukup luas tetapi hanya dihuni tiga orang, Lisa, ayahnya, dan pembantunya.

*

Lisa adalah anak bungsu dari dua bersaudara, kakaknya melanjutkan pendidikan di Jerman dan hanya pulang saat liburan musim panas. Lisa tinggal bersama ayahnya saja karena ibu Lisa sudah meninggal sejak Lisa memasuki bangku SMP. Saat itu Lisa sangat terpukul dan Lisa banyak bercerita kepada kakak dan ayahnya akan kehilangannya yang teramat sangat karena Lisa sangat dekat dengan ibunya. Ayahnya yang pada waktu itu belum memiliki posisi strategis di perusahaan tempat ia bekerja masih sering menemani Lisa dan sering mengobrol dengan Lisa. Setiap akhir pekan Lisa dan kakaknya masih sering pergi bersama ayahnya untuk bersenang-senang. Terkadang saat ayahnya pulang cepat Lisa dijemput dari les bahasa Inggris atau les pianonya dan diajaknya makan bersama. Perlahan rasa kehilangan Lisa akan ibunya lenyap dan Lisa menjalani kehidupannya seperti anak-anak pada umumnya.
Sejak kelas 3 SMP, ayahnya selalu berangkat ketika Lisa belum bangun dan pulang ketika Lisa sudah tidur. Ayahnya mendapatkan jabatan menjadi kepala suatu departemen di perusahaannya sehingga kesibukannya tiap hari semakin bertambah, bahkan masih harus bekerja di akhir pekan. Kenaikan jabatan ayahnya inilah kali pertama pertemuan Lisa dengan Ardi sebagai supir pribadi keluarganya. Ardi merupakan seorang pemuda berusia 20an yang dipekerjakan ayah Lisa setelah ayahnya beberapa kali merasa kelelahan setiap hari harus menyetir sendiri. Awalnya Ardi hanya mengantarkan ayah Lisa saja, tetapi sejak masuk SMA Ardi menjadi supir yang mengantar jemput Lisa ke sekolah dan ke tempat Lisa les. Sejak Lisa sering diantar jemput, Lisa menjadi semakin dekat dengan Ardi.
Menurut Lisa, Ardi adalah seorang pendengar yang baik yang mau mendengar semua cerita dan keluhan Lisa yang tidak bisa dia tumpahkan di rumah. Sejak kepergian kakaknya ke Jerman, Lisa bertambah kesepian di rumah karena ayahnya tidak bisa dijadikan tempat Lisa untuk bercerita karena Lisa tidak pernah sempat untuk bercerita kepada ayahnya. Sejak kenaikan jabatannya, yang dipedulikannya hanyalah Lisa tidak kekurangan secara finansial dan Lisa belajar dengan baik. Lisa senang dengan kehadiran Ardi yang ramah dan baik membuat Lisa tidak kesepian. Hingga akhirnya sekarang Lisa menjadi lebih dekat dengan Ardi daripada ayahnya sendiri.

*

Makan malam sudah dihidangkan di meja makan oleh bibi. Ayah duduk di seberang Lisa dan keadaan pada saat makan malam hening, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Lisa sesekali menatap wajah ayahnya yang tampak kelelahan dengan kantung matanya yang sudah menebal. Kesunyian menyelimuti kedua orang tersebut.
“Pa, aku diajak sama temen lesku nonton resital pianonya dia hari minggu besok.” Kata Lisa membuka topik untuk memecahkan keheningan.
“Di mana? Jam berapa?” Tanya ayahnya singkat.
“Di aula tempat lesku, jam 5 sore pa. Aku nonton ya pa? Sudah hampir dua bulan akhir pekan ini aku tidak pernah pergi-pergi kemana-mana untuk refreshing.” Pinta Lisa yang memang sudah suntuk belajar terus menerus, bahkan saat akhir pekan.
“Terus ujian nasional kamu gimana?” Ayahnya bertanya kembali. Sebenarnya Lisa tidak suka dengan pertanyaan ini, karena setiap berbicara kepada ayahnya pasti semua akan kembali ke urusan akademis.
“Ujian nasional kan masih dua minggu lagi.”
“Itu kan sebentar lagi.”
“Tapi resitalnya ini hanya diadakan sekali ini hari minggu besok pa.”
“Ya ujian nasional kamu juga hanya diadakan sekali saja dua minggu lagi kan. Lebih baik kamu belajar saja.”
Lisa terdiam, Lisa malas berargumen dengan ayahnya. Sejak awal semester genap dimulai, Lisa sudah tidak pernah menghabiskan akhir pekannya untuk bersenang-senang. Akhir pekan Lisa diisi dengan tambahan belajar di tempat les bimbingan belajar dan belajar di rumah. Padahal teman-teman Lisa sudah mengajak Lisa beberapa kali untuk jalan-jalan atau menghabiskan waktu di akhir pekan, tetapi Lisa adalah anak yang sangat penurut kepada ayahnya dan bila ayahnya berkata tidak, maka Lisa tidak akan pergi.
“Hasil uji coba ujian nasional kamu bagaimana?” Tanya ayah Lisa kepada Lisa yang sudah merengut.
“Hasil uji coba ujian nasionalku sudah keluar tadi.” Jawab Lisa lemas
“Terus hasilnya?”
“Bagus.”
“Berapa?”
“Semuanya di atas delapan kecuali sosiologi, ekonomi sama matematikaku sembilan koma berapa gitu.”
“Hmmm. Belajar lagi kalau begitu biar nilaimu lebih bagus lagi.”
“Aduh ayah, aku boleh istirahat belajar dulu tidak? Aku capek setiap hari belajar untuk ujian nasional, tapi tidak ada waktu istirahat.” Keluh Lisa kepada ayahnya dengan wajah memelas.
“Kamu bisa istirahat nanti setelah kamu selesai ujian nasional. Sekarang kamu belajar yang keras dulu, kamu tidak akan menyesal nantinya. Ingat pepatah mengatakan bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.” Jawab ayahnya dengan tegas.
“Teman-temanku masih bisa jalan-jalan kok ayah, tapi nilai mereka tetap bagus. Teman-temanku yang biasa mengajak aku jalan-jalan saat akhir pekan nilai uji coba ujian nasionalnya tetap bagus. Bahkan ada temanku yang masih sempat resital piano hari minggu nanti” Lisa mulai mengeluarkan berbagai alasan agar Lisa bisa berhenti belajar sejenak dan bisa berakhir pekan.
“Tidak boleh Lisa, nanti saja setelah ujian nasional. Resital piano kan tidak hanya sekali-dua kali. Ujian nasional hanya sekali. Lagipula siapa yang akan mengantarmu ke sana hari minggu nanti?”
“Mas Ardi.”
“Itu kan hari minggu, kasihan Ardi harus bekerja hari minggu.”
“Ayah bekerja hari minggu, aku belajar di hari minggu ayah juga tidak kasihan.” Jawab Lisa dengan nada yang mulai meninggi.
Ayah dan Lisa sama-sama diam setelah itu, semua tampak mencari kata-kata yang tepat untuk dikatakan kepada satu sama lain. Lisa mulai menarik dan membuang nafas untuk menenangkan dirinya. Ayahnya hanya diam saja sambil menyelesaikan makanan yang ada di piringnya.
“Pokoknya ayah mau kamu selesaikan dulu ujian nasional. Lebih baik kamu di rumah belajar daripada jalan-jalan dan nantinya kamu menyesal.” Kata ayah menegaskan kata-kata yang sebelumnya diucapkan.
Lisa menghelas nafas panjang “Iya pa, Lisa tahu kok.” Katanya sambil memainkan makanan di depannya yang tinggal dua suap lagi.
“Nanti setelah ujian nasional, belajar untuk ujian perguruan tinggi. Setelah itu terserah kamu apa yang mau kamu lakukan dan mau ke mana saja.”
Lisa tampak kaget dengan pernyataan ayahnya. “Belajar untuk perguruan tinggi? Papa tahu kan aku sudah diterima melalui jalur undangan sejak bulan lalu? Aku sudah cerita waktu itu.”
Ayah Lisa terdiam dan tertegun, dia tidak berani mengatakan bahwa dirinya baru ingat kalau Lisa sudah diterima di perguruan tinggi negeri favorit. Bahkan diterima di jurusan yang merupakan jurusan yang diinginkan ayahnya. Lisa langsung berdiri dan meninggalkan piringnya yang masih tersisa makanan.
“Kamu mau ke mana?” Tanya ayah.
“Ke kamar, belajar buat ujian nasional.” Kata Lisa sambil berjalan menuju ke kamarnya tanpa menoleh ke ayahnya.

*

Akhirnya Lisa menjalankan rutinitas hidupnya yang membosankan selama dua minggu. Lisa benar-benar menuruti kata-kata ayahnya, belajar di rumah. Dia tidak pergi selama akhir pekan dan setiap pulang sekolah Lisa hanya mengurung diri di kamar untuk belajar. Selama perjalanan pergi dan pulang bila Lisa hanya bersama Ardi tanpa ayahnya, Lisa menceritakan tentang ayahnya yang tidak mengerti keadaannya dan Lisa merasa Ayahnya tidak pernah memujinya bila mendapatkan nilai bagus. Lisa menceritakan bahwa sebenarnya Lisa sayang kepada ayahnya, oleh karena itu Lisa menuruti seluruh kata-kata ayahnya dan belajar seperti yang dimintanya. Bahkan Lisa mendaftarkan diri ke perguruan tinggi negeri dan jurusan yang sebenarnya merupakan keinginan ayahnya dan Lisa berusaha menyukai apa yang menjadi pilihannya.
Ardi hanya bisa menjadi pendengar yang baik untuk Lisa, tetapi Lisa sangat berterima kasih kepada Ardi yang mau mendengar keluhan-keluhannya. Ada keinginan di dalam hati Ardi untuk menolong Lisa, tapi Ardi bingung pertolongan apa yang bisa diberikannya kepada Lisa. Ardi tidak bisa membicarakan hal ini kepada ayah Lisa karena hal itu menyangkut urusan keluarga dan Ardi tidak mau mencampuri urusan keluarga. Tetapi Ardi merasa bahwa ayah Lisa tidak tahu bahwa sebenarnya Lisa tidak suka dengan keadaannya sekarang dan ayah Lisa patut tahu. Akhirnya ditengah dilema yang dialaminya, Ardi hanya bisa diam saja dan menjadi pendengar yang baik.
Ujian nasional akhirnya berlangsung, Lisa tampak tenang saja selama lima hari pengadaan ujian nasional. Ditengah teman-temannya yang masih sibuk belajar, mencari bocoran kunci jawaban, dan membuat contekan, selama persiapan ujian nasional Lisa hanya duduk di kursinya dan tidak mempedulikan apa yang teman-temannya lakukan. Sampai akhirnya bel tanda berakhirnya waktu pengerjaan ujian nasional di hari terakhir berbunyi. Semua pelajaran bisa dilewati dan dikerjakan dengan baik oleh Lisa dan juga teman-temannya. Seluruh siswa berhamburan keluar dengan wajah sumringah karena berhasil melewati lima hari ujian nasional dengan sukses. Semua langsung berencana untuk berjalan-jalan ke mall, makan di tempat makan cepat saji, langsung pulang dan tidur, dan ada juga yang berencana untuk segera belajar untuk ujian masuk perguruan tinggi. Ketika teman-temannya sibuk membicarakan rencana-rencananya di sekolah, Lisa langsung menuju ke mobil yang sudah menunggunya di depan sekolah.
“Bagaimana tadi ujiannya? Sukses kan?” Tanya Ardi sambil menyalakan mobil.
“Sukses dong, akhirnya selesai juga lima hari ujian nasional. Tinggal tunggu pengumuman dan upacara kelulusan bulan depan deh.” Jawab Lisa dengan wajah gembira sambil menyandarkan kepalanya ke belakang.
“Wah bagus kalau gitu, pasti lulus dengan nilai yang bagus nih.”
“Amin deh mas, haha.”
“Kalau begitu sekarang kita pulang yaa Lis.” Kata Ardi langsung memacu mobilnya ke arah rumah.
Lisa terdiam sejenak, dia melihat jam di mobilnya dan bahkan siang belum datang. Tiba-tiba tercetus ide oleh Lisa “Mas, kita jalan-jalan ke mall yuk.”
Ardi sedikit terkejut mendengar ajakan Lisa “Mau ke mall mana?”
“Hmm, ke mall mana ya? Aku mau nonton dan belanja deh. Sudah lama nggak nonton dan belanja.” Kata Lisa sambil matanya menatap ke atas berangan-angan film yang mau ditontonnya dan barang-barang yang mau dibelinya.
“Tapi mas nanti harus jemput bapak, nanti mas dimarahi bapak kalau telat menjemput.” Kata Ardi khawatir.
“Sudah tenang saja, bahkan sekarang belum ada jam 12 mas. Papa juga pasti pulang malam seperti biasa, nanti kita pulang sebelum jam ayah pulang. Ayo dong mas Ardi, aku sudah lama gak jalan-jalan nih” Lisa mengatakannya dengan nada penuh persuasi.
Ardi mencoba mengerti keadaan Lisa yang sudah berbulan-bulan tidak pernah jalan-jalan dan sudah suntuk setelah belajar terus menerus dan menghadapi ujian nasional berhari-hari. Ardi merasa inilah kesempatannya untuk membantu Lisa dalam kesedihannya. “Yasudah deh kalau gitu.”.
“Yeeaaa, makasih ya mas Ardi. Baik deh mas Ardi.” Kata Lisa riang sambil memeluk Ardi dari belakang.
“Iya iya, tapi sebelum ayah pulang ya Lisa.” Kata Ardi sambil memutar balikkan mobil untuk pergi ke mall.
“Oke, tenang saja mas. Iihh seneng deh.” Lisa berjingkrak-jingkrak gembira di kursi belakang sambil mengecek telepon genggamnya untuk melihat jadwal film yang diputar di bioskop. Ardi yang tadinya khawatir ikut senang melihat Lisa yang tersenyum senang.
“Nanti mas Ardi temani aku jalan-jalan yaa. Kita kayaknya tidak pernah jalan-jalan bareng deh.” Kata Lisa sambil sibuk dengan telepon genggamnya.
Ardi terdiam sejenak, seorang supir berjalan-jalan di mall dengan anak majikannya? Tetapi Ardi tidak mau mengecewakan Lisa. Akhirnya Ardi mengiyakan Lisa dan mereka menuju suatu mall besar di pusat kota.

*

Hari ini adalah hari paling menyenangkan untuk Lisa setelah lama tidak bersenang-senang. Lisa, yang sudah lepas dari pakaian sekolahnya dan mengenakan pakaian santai yang selalu ada di bagasi mobil, berjalan-jalan bersama Ardi, yang mengenakan jaket hitam untuk menutupi pakaian dinasnya sebagai supir. Lisa dan Ardi makan bersama di sebuah restoran, menonton sebuah film di bioskop, dan Lisa berbelanja beberapa pakaian di pusat perbelanjaan di mall tersebut. Lisa sudah berbulan-bulan tidak berjalan-jalan sehingga uang tabungannya sudah banyak sekali dan Lisa memakainya dengan puas pada hari ini. Lisa sangat senang sekali bisa berjalan-jalan dan dia senang bisa berjalan-jalan dengan Ardi yang selama ini sudah setia mengantar jemput Lisa kemana pun Lisa pergi. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul enam sore dan mereka akhirnya pulang.
“Makasih banyak ya mas Ardi, senang sekali hari ini bisa berjalan-jalan dan aku puas bersenang-senang sama mas Ardi.” Kata Lisa dengan gembira sambil terduduk lemas di kursi belakang diperjalanan pulang.
“Sama-sama Lisa. Terima kasih juga loh mas Ardi ditraktir sama Lisa.” Kata Ardi sambil tertawa kecil.
“Iya mas. Senangnya bisa berjalan-jalan, coba papa bisa sama menyenangkannya seperti mas Ardi.” Lisa berandai-andai sambil memejamkan matanya dan tertidur karena kelelahan.
Ardi hanya terdiam mendengar perkataan Lisa. Ardi senang akhirnya bisa membantu Lisa mengatasi kesedihannya yang berlarut-larut. Dia sudah menganggap Lisa seperti adiknya sendiri dan Ardi menyayangi Lisa. Dia melihat Lisa sudah tertidur lelap di kursi belakang melalui kaca spionnya sehingga dia sedikit memacu mobil tersebut agar bisa segera memulangkan Lisa dan menjemput ayahnya.
Tak berapa lama Ardi sudah sampai di depan rumah Lisa, dan Ardi memutarkan mobilnya terlebih dahulu sebelum akhirnya Lisa dibangunkan untuk diberi tahu bahwa dia sudah sampai rumah. Lisa dengan masih terkantuk-kantuk keluar dari mobil dengan membawa barang-barang yang tadi dibelinya. Tiba-tiba, ayah Lisa sudah berada di depan gerbang membukakan pintu gerbang untuk mereka berdua. Lisa kaget ayahnya membukakan gerbang dan Ardi terbelalak  melihat majikannya sudah pulang tanpa dijemput oleh dirinya.
“Papa? Kok cepat sekali sudah pulang?” Tanya Lisa spontan.
“Kalian berdua dari mana saja? Saya sudah menghubungi kamu Ardi berkali-kali, kenapa tidak bisa tersambung?” Tanya ayah tanpa menjawab pertanyaan Lisa.
“Maaf pak, saya mengantarkan Lisa berjalan-jalan di mall.” Jawab Ardi takut-takut sambil merogoh kantungnya untuk memeriksa telepon genggamnya “Dan maaf juga pak ternyata handphone saya mati.”
“Kamu kalau punya handphone yang benar dong, di charge sampai penuh. Saya jadi susah menghubungi kamu dan terpaksa naik taksi untuk pulang.” Nada ayahnya meninggi kepada Ardi.
“Maaf pak, saya tidak sengaja dan saya tidak tahu.” Kata Ardi sambil menundukkan kepala tidak berani menatap majikannya.
“Pa, ini bukan salah mas Ardi. Lisa yang menyuruh mas Ardi untuk menemani Lisa jalan-jalan. Aku pikir papa akan pulang malam, jadi aku bersama mas Ardi berjalan-jalan dan nantinya bisa langsung menjemput papa.” Kata Lisa membela Ardi dari amarah ayahnya.
“Sudah Lisa kamu tidak usah ikut campur. Lagipula kenapa kamu mau berjalan-jalan bersama seorang supir.” Sahut ayahnya tanpa mempedulikan perasaan Ardi saat dirinya mengatakan hal tersebut.
“Kok papa ngomong gitu sih? Memang aku tidak boleh jalan-jalan bersama mas Ardi? Kalau tidak sekarang aku jalan-jalan, kapan lagi aku ada waktu berjalan-jalan?”
“Kamu bisa bilang sama papa dan kita bisa berjalan-jalan kan.”
“Memangnya papa ada waktu untuk menemani aku berjalan-jalan?”
“Ah sudahlah, kamu langsung kembali ke kamar kamu dan belajar saja sana. Papa mau bicara dengan Ardi.”
Amarah Lisa sudah tidak bisa terbendung lagi, Lisa membuang barang-barang belanjaannya kemudian suara Lisa langsung meninggi dan mulai membentak ayahnya sendiri “Belajar lagi, belajar lagi! Papa tahu tidak sih Lisa baru saja selesai ujian nasional? Lisa capek belajar terus makanya Lisa jalan-jalan! Papa tidak pernah ada waktu untuk Lisa makanya aku minta temani mas Ardi!”
Ayahnya kaget dibentak oleh anaknya sendiri, Ardi juga kaget Lisa memiliki keberanian untuk membentak ayahnya “Lisa, jaga mulutmu. Tidak sopan membentak orang tua!”
“Kalau aku tidak marah seperti ini, memangnya papa mau mendengarkan aku? Papa tidak pernah mendengar keinganku!” Marah Lisa sambil berlari untuk masuk ke dalam rumah.
“Tunggu dulu Lisa!” Sahut ayahnya sambil menarik tangan anaknya.
Lisa melepaskan tangan ayahnya, “Pa, manusia diberikan dua telinga dan satu buah mulut untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara. Aku selalu mendengarkan apa yang papa inginkan tapi papa tidak pernah mendengar apa keinginanku. Aku hanya ingin bersenang-senang setelah ujian nasional selesai. Itu saja.”
Lisa langsung masuk ke dalam rumah sambil menangis setelah membentak ayahnya. Ayahnya terdiam mendengar semua kata-kata Lisa dan tidak pernah dibayangkannya dirinya dimarahi oleh anaknya sendiri. Ardi daritadi hanya mematung melihat seluruh kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya. Ayahnya menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya dan berbalik ke arah Ardi.
“Maaf ya Ardi kamu harus melihat semua ini.” Kata ayah Lisa dengan suara pelan.
“Iya pak tidak apa-apa. Maaf saya jadi mengganggu dengan keberadaan saya di sini.” Kata Ardi merasa tidak enak.
Ardi langsung membantu ayah Lisa untuk mengambil barang-barang belanjaan yang tadi dibuang olehnya. Sembari mengambil barang-barang tersebut, Ardi sedikit menceritakan bahwa Lisa sering bercerita kepada dirinya tentang keadaan yang terjadi di dalam keluarga Lisa. Ayah Lisa sedikit kaget mengetahui bahwa ternyata Lisa dan Ardi sudah memiliki hubungan yang cukup dekat.
“Di, terima kasih ya kamu sudah mau mengantarkan anak saya. Maaf loh jadi merepotkan.” Kata ayah Lisa tersenyum kepada Ardi.
“Oh iya sama-sama pak.” Balas Ardi dengan tersenyum kaku karena sudah kehabisan kata-kata.
“Besok saya tidak bekerja, kamu kembali mengantar saya hari senin ya.” Kata ayah Lisa sambil berjalan masuk sambil membawa barang-barang belanjaan Lisa. Ardi hanya mengangguk kecil, meminta ijin untuk memarkir mobil terlebih dahulu, dan kemudian pamit kepada ayah Lisa dan segera bergegas pulang menggunakan kendaraan umum ke kontrakannya.
Di dalam rumah, ayahnya mengetuk pintu kamar Lisa beberapa kali. Tetapi Lisa tidak menjawabnya dan tidak membukakan pintu untuk ayahnya. Ayah Lisa hanya bisa menghembuskan nafas panjang sambil meletakkan belanjaan Lisa di depan pintu kamar Lisa. Ayah berpikir bahwa sekarang dia membutuhkan kehadiran istrinya yang lebih pandai dalam mengatasi masalah ini. Tetapi semakin ayah berharap untuk kehadiran istrinya, dia semakin sadar bahwa hal itu tidak mungkin lagi terjadi. Sekarang ayah Lisa harus menghadapi masalah ini sendiri. Sambil merenung, ayahnya kembali ke kamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya sambil menjernihkan pikirannya.

*

Tengah malam pun tiba, Lisa terbangun dari tidurnya setelah menangis dengan waktu yang lama. Dia ingat ayahnya beberapa kali mengetuk pintu kamarnya tapi Lisa tidak memedulikannya, Lisa menangis dan mengurung diri di dalam kamar sampai dirinya lelah dan tertidur. Lisa duduk di atas kasurnya dan merasakan suatu perasaan tidak nyaman di dalam dirinya. Muncul suara-suara dari dalam lubuk hatinya yang mengatakan aku ingin pergi dari rumah ini, aku sudah tidak nyaman berada di rumah ini.
Lisa bergegas mengambil ranselnya, membuka lemari pakaiannya, dan langsung memasukkan beberapa pakaian ke dalamnya tanpa pikir panjang. Lisa berganti pakaian memakai baju lengan panjang berwarna abu-abu dan celana panjang berwarna hitam. Sebelum keluar dari kamar, Lisa menuliskan pesan pada secarik kertas yang menyatakan Lisa meminta maaf karena telah marah-marah dan sekarang pergi dari rumah. Perlahan-lahan Lisa membuka kunci kamar dan membuka pintu, dilihatnya belanjaannya teronggok di depan kamar, dilompatinya belanjaan tersebut, dan kemudian Lisa menuju kamar ayahnya. Diletakkannya pesan tersebut di depan kamar ayahnya, kemudian Lisa segera kedepan pintu rumah untuk mengenakan sepatunya, dan keluar dari rumah. Dibukanya kunci pintu dan kunci gerbang perlahan-lahan, dan akhirnya Lisa lari ke depan komplek rumahnya. Lisa tidak menghiraukan petugas jaga yang berada di situ dan langsung pergi menuju ke depan jalan raya menunggu angkutan umum yang lewat. Di otak Lisa, hanya satu tujuan yang bisa didatanginya dan mau menerimanya datang larut malam.
Setelah perjalanan Lisa cukup panjang dengan angkutan umum yang sepertinya satu-satunya angkutan umum yang beroperasi malam itu, Lisa sampai di depan sebuah kontrakan setelah melalui gang suatu pemukiman kecil. Kontrakan tersebut memang cukup jauh dari komplek perumahan Lisa tetapi bisa dijangkau dengan satu kali menggunakan angkutan umum. Lisa mengetahui penghuni kontrakan ini karena Lisa pernah beberapa mampir ke kontrakan orang ini. Lisa mengetuk-ngetuk pintu kontrakan tersebut, tetapi tidak ada jawaban. Lisa kembali mengetuk-ngetuk dengan lebih keras lagi pintu kontrakan tersebut, sampai akhirnya sosok dengan kaus putih dan celana pendek muncul membukakan pintu.
“Loh, kamu ngapain ada di sini?”
“Mas Ardi, Lisa sudah tidak mau berada di rumah.” Kata Lisa memeluk orang di depannya sambil terisak menangis.
Ardi hanya bisa terdiam, dia membelai lembut rambut Lisa dan menenangkan Lisa yang menangis sesugukan. Ardi membawa Lisa masuk ke ruang tamu kecilnya dan mendudukannya di sebuah sofa. Dia kemudian mengambil segelas air putih kepada Lisa dan diminumnya air putih itu sehingga tangisan Lisa sudah mulai berkurang. Lisa bercerita kepada Ardi bahwa dia sudah tidak nyaman berada di rumah, bahwa Lisa tidak tahu keberanian apa yang muncul dalam dirinya yang membuatnya mau keluar dari rumah, bahwa Lisa tidak tahu lagi harus kemana sehingga akhirnya mengunjungi rumah Ardi, bahwa Lisa sejujurnya khawatir dengan keadaan ayahnya setelah dirinya bangun pagi nanti. Banyak yang Lisa ceritakan kepada Ardi dan Ardi hanya bisa menenangkan Lisa di dalam pelukannya.
“Ya sudah, sekarang lebih baik kamu tidur saja ya. Sekarang sudah larut malam.” Kata Ardi dengan suara tenang.
“Iya mas. Hmm, aku harus tidur di mana?”
“Kamu tidur di kamar mas saja. Biar mas tidur di sofa depan ini.”
“Aduh mas, aku nggak enak mas Ardi malah yang tidur di sofa. Aku saja yang tidur di sofa?”
“Tidak apa-apa Lis. Tidak enak tidur di sini banyak nyamuknya dan dingin, jadi kamu tidur di kamar mas saja ya.”
Lisa tidak berkata apa-apa dan dijawabnya dengan anggukan kecil. Diantarkannya Lisa ke sebuah kamar kecil tempatnya akan tidur nanti. Ukurannya jauh lebih kecil dari kamar tempat tidur Lisa dan sedikit berantakan. Mas Ardi meletakkan ransel Lisa di meja di kamar tidur itu dan Lisa terduduk di kasur Ardi.
“Kamu langsung segera tidur ya. Kasihan kamu sudah kelelahan hari ini.” Kata Ardi.
“Mas Ardi, boleh tolong temani aku tidur di sini?” Pinta Lisa.
“Wah mas Ardi tidak bisa Lisa. Masa’ laki-laki dan perempuan tidur dalam satu kamar.” Kata Ardi sungkan.
“Hmm, kalau begitu setidaknya temani aku sampai aku bisa tidur ya mas?” Kembali Lisa mempersuasi Ardi.
Ardi terdiam sejenak dan akhirnya langsung mendekati Lisa. Lisa membaringkan tubuhnya di atas kasur dan Ardi terduduk di luar kasur. Lisa memakai selimut, memejamkan mata, dan Ardi memegangi tangan Lisa sambil sedikit dibelai punggung tangannya. Lisa yang sudah kelelahan menangis dengan cepat tertidur pulas. Ardi perlahan melepaskan tangan Lisa, keluar dari kamar, dan menutup rapat pintu. Kemudian dia duduk di sofa depan rumah dan memikirkan kejadian yang sudah terjadi hari itu. Dia mengambil telepon genggamnya yang berada di meja ruang tamu, memeriksa pesan-pesan yang masuk, dan mengirimkan pesan singkat. Setelah itu dia terbaring di sofa depan dan mencoba tidur.

*

Siang dengan cepat sudah datang, matahari sudah meninggi dan masuk melalui jendela kecil kamar Ardi. Lisa terbangun dan melihat sekelilingnya. Lisa bangun di sebuah kamar yang asing bagi dirinya, dilihatnya jam di kamar itu waktu sudah menujukkan pukul sebelas siang. Karena kelelahan dan tidur sangat larut, Lisa baru saja terbangun sekarang. Lisa mendengar ada sayup-sayup suara di ruang tamu Ardi. Terdapat suara dua orang laki-laki terdengar dan dia berusaha mengidentifikasi suara siapa yang dia dengar. Perlahan-lahan Lisa terbangun dari kasur, membuka pintu kamar dengan perlahan, dan keluar dengan wajah penasaran untuk mencari tahu siapa yang berada di ruang tamu Ardi.
“Lisa...” Kata Ardi tidak sanggup melanjutkan kata-katanya dan terlihat seorang lelaki paruh baya yang duduk membelakangi Lisa membalikkan badannya.
“Papa? Tahu dari mana Lisa ada di sini?” Tanya Lisa kaget.
“Ardi mengirimkan pesan singkat kepada papa larut malam. Papa baru membacanya pagi-pagi.” Jawab ayahnya dengan suara pelan. Lisa menatap Ardi dan tampak Ardi memberikan tatapan memohon maaf kepada Lisa. Dia tidak bisa marah kepada Ardi karena memang ini bukan salahnya dan adalah tindakan yang tepat menghubungi ayahnya.
“Papa sudah mendengar semua ceritanya dari Ardi.” Kata ayah sambil berdiri dari duduk dan mendekati Lisa, tetapi Lisa mundur selangkah. “Papa mau meminta maaf karena telah menjadi orang tua yang tidak mau mendengarkan kamu. Papa baru tahu kalau ternyata kamu sangat menuruti papa dan malah membuat kamu menderita. Kamu belajar karena mau papa, kamu memilih jurusan yang menjadi keinginan papa, dan kamu benar berjalan-jalan ke mall karena papa bilang kamu boleh jalan-jalan setelah selesai ujian nasional.” Cerita ayah panjang lebar menyesali perbuatannya.
“Aku tidak menderita kok menuruti papa. Aku berusaha untuk menyukai apa yang papa inginkan. Aku tidak mau mengecewakan papa.” Jawab Lisa dengan mata yang sudah berlinang air mata.
“Papa minta maaf ya nak. Papa bangga sama kamu yang sudah mau menuruti papa. Maafkan papa sudah memarahi kamu, padahal kamu tidak salah. Papa yang terlalu keras dengan dirimu. Maafkan papa tidak pernah mendengar apa yang kamu inginkan dan hanya menuruti keinginan papa sendiri. Maafkan papa ya.” Sesal ayahnya dengan terisak-isak sambil berusaha memeluk Lisa. Lisa yang sudah tidak bisa membendung air matanya memeluk ayahnya sambil menangis.
Ardi hanya terdiam melihat kisah haru seorang ayah dengan anaknya. Ardi sudah lama hidup sendiri dan sudah lama tidak bertemu kedua orang tuanya. Sehingga apa yang dilihatnya merupakan suatu kejadian langka.
“Sekarang kita pulang ya Lisa. Ayah berjanji akan berubah menjadi ayah yang lebih baik untuk kamu.”
“Tapi... Lisa masih mau bersama mas Ardi.” Mendengar jawaban Lisa, ayahnya tertegun. “Ke... Kenapa Lisa?”
“Aku sudah memaafkan ayah, aku mau pulang. Tapi aku masih mau bersama mas Ardi. Untuk hari ini, bolehkah aku bersama mas Ardi pa? Nanti aku akan pulang sebelum malam tiba.” Pinta Lisa.
Ayahnya menatap Ardi, tatapan seperti memberikan kepercayaan penuh kepadanya. Ayahnya kembali menatap Lisa “Apapun yang kamu Lisa.”
Lisa tersenyum “Terima kasih ya papa. Aku sayang papa.” Katanya sambil memeluk ayahnya erat-erat, ayahnya terharu sudah lama tidak mendengar kata-kata tersebut terlontar dari mulut anaknya. Akhirnya ayahnya kembali ke rumah menunggu anaknya pulang dan Lisa bersama Ardi bersenang-senang berdua seperti yang diinginkan oleh Lisa. Sesuai dengan janjinya, Lisa sudah sampai di rumah sebelum malam.

*

Satu bulan sejak kejadian di kontrakan Ardi berlalu sudah. Ayah Lisa sekarang sudah mengurangi waktu lemburnya dan sudah mengurangi waktu bekerjanya di akhir pekan. Ayahnya banyak menghabiskan waktu dengan anaknya yang memang sudah libur panjang setelah ujian nasional berakhir. Mereka berjalan-jalan ke mall dan piknik pada akhir pekan dan mereka banyak melakukan hal-hal menyenangkan bersama. Lisa bercerita kepada Ardi hal-hal menyenangkan yang mereka lakukan bersama yang sudah lama tidak dilakukannya. Lisa juga bercerita bahwa perlahan-lahan dirinya memupuk kembali rasa kepercayaannya kepada ayahnya dan karena itulah Lisa berharap ayahnya datang ke upacara kelulusan Lisa yang hari ini diadakan. Ayah Lisa sudah berjanji kepada Lisa untuk hadir dan melihat prosesi upacara kelulusannya.
Ardi sudah kembali ke kantor ayah Lisa setelah mengantarkan Lisa ke gedung tempat upacara kelulusannya berlangsung. Lisa mengenakan kebaya hijau muda dengan bawahan kain batik yang merupakan milik almarhumah ibunya. Prosesi upacara kelulusan sebentar lagi akan dimulai dan Ardi masih menunggu ayah Lisa di parkiran kantornya. Tiba-tiba Ardi mendapatkan telepon dari ayah Lisa.
“Halo Ardi, cepat ke lobi kantor ya sekarang.” Kata ayah Lisa terburu-buru.
“Baik, siap pak.” Jawab Ardi segera. Tak lama kemudian Ardi langsung menuju ke lobi kantor dan ayah Lisa sudah menunggu di sana. Ayah Lisa menuju ke bagasi dan memukul-mukul kecil bagian belakang mobil, Ardi langsung segera membuka bagasi dan keluar untuk membukakan pintu untuk ayah Lisa masuk.
Setelah pintu belakang Ardi buka, ayah Lisa segera menutup pintu bagasi dengan terburu-buru. Namun ayahnya tidak berlari masuk ke dalam mobil tetapi berlari masuk kembali ke dalam kantor dengan tangan penuh dengan dokumen kantor.
“Loh pak, bapak tidak...”
“Saya ada pertemuan mendadak, saya akan segera kembali setelah pertemuan selesai. Kamu tunggu saja di parkiran” Teriak ayah Lisa memotong kata-kata Ardi.
Ardi hanya bisa terdiam dan kembali menutup pintu mobil. Ardi kembali ke tempat ia parkir sebelumnya. Dia kemudian menuju ruang tunggu supir dan mendapatkan pesan singkat dari Lisa “Papa sama mas Ardi di mana? Acaranya sudah mulai daritadi.”. Ardi tidak kuasa untuk membalas pesan dari Lisa karena tidak mau membuat Lisa kecewa, akhirnya Ardi tidak membalasnya dan kembali menunggu ayah Lisa seperti perintahnya.
Tiga jam sudah berlalu dan ayah Lisa baru memanggil Ardi yang sempat tertidur di ruang tunggu supir. Ardi menjemput ayah Lisa yang sudah tampak lelah dan lusuh keluar dari kantor. Ayah Lisa segera masuk ke mobil dan langsung menyandarkan tubuh dan kebelakang ke belakang.
“Di, langsung pulang ya.” Kata ayah Lisa lemas.
“Hmm maaf pak, bapak tidak ke gedung tempat upacara kelulusan Lisa.” Tanya Ardi segan.
Ayah Lisa langsung terbelalak “Astaga, saya baru ingat hari ini upacara kelulusan Lisa. Langsung ke sana Di cepat!” Perintah ayah Lisa sambil merogoh-rogoh tas jinjing yang dibawanya mencari telepon genggamnya yang dalam kondisi diam. Benar saja ternyata sudah ada banyak telepon yang tidak diangkat dan pesan yang dikirimkan oleh Lisa.
Ardi langsung memacu kendaraan dengan cepat menuju gedung tempat upacara kelulusan berlangsung. Ayah Lisa dengan panik membaca satu per satu pesan yang disampaikan yang berisi pertanyaan sampai kekecewaan Lisa atas ketidakhadiran Lisa. Ayah Lisa segera menelepon Lisa tetapi tidak ada satupun telepon diangkat. Ayah Lisa mengirimkan pesan kepada Lisa tetapi tidak ada satupun pesan dibalas. Ardi masih memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi agar mereka segera sampai tujuan.
Sesampainya di depan gedung tempat upacara kelulusan Lisa, nampak tempat tersebut sudah sepi. Ayah Lisa keluar dari mobil dan masuk ke dalam gedung yang sudah mulai dibereskan tersebut. Ardi hanya menunggu di depan dan melihat kepanikan ayah Lisa yang tidak tahu di mana keberadaan Lisa. Tiba-tiba telepon genggam ayah Lisa bergetar tanda pesan masuk, ternyata ada balasan pesan dari Lisa.
“Papa sudah tidak perlu mencari aku. Aku akan melanjutkan kuliah dengan biayaku sendiri. Aku akan terus belajar dan mengamalkan nilai-nilai yang sudah papa berikan. Maaf ya pa aku sudah tidak kuat dikecewakan papa lagi. Aku sayang papa.”
Ayah Lisa hanya bisa tertunduk menangis dan terduduk di depan gedung membaca pesan dari Lisa. Ayah Lisa tahu bahwa Lisa bersungguh-sungguh dengan pesannya entah bagaimana caranya dia akan hidup kelak. Dia sadar bahwa dirinya sudah tidak memiliki kesempatan kedua untuk membuat anaknya kembali.



CBA
29 Januari 2013

---

Karya ini sebenarnya kukirimkan untuk salah satu lomba cerpen di suatu majalah. Tapi sepertinya gagal karena spasi dan marginnya salah, haha.. Kesalahan kecil yang membuat karyaku kepanjangan dan gak dimuat :p Aku juga baru baca-baca ini lagi karena aku terbangun tengah malam dan membuka-buka karyaku yang lama di laptop lamaku. Tema dari lombanya adalah cinta dan aku memilih cinta dalam keluarga. Aku merasa endingnya agak dipaksakan karena aku takut tulisanku terlalu panjang pada saat itu. Syaratnya adalah 12 halaman dan ternyata memang kepanjangan karena lupa diganti margin dan spasinya.
Through this writing, I think I'm a cheesy writer when it comes about love, hahaha... Kayaknya aku harus mulai mencoba gaya penulisanku yang sejak SMA kumiliki. Gaya di mana ada seseorang atau sesuatu yang meninggal, atau tidak jelas nasib dari tokoh tersebut apakah hidup atau mati. Aku selalu suka ending menggantung, hihi..
Well, I hope you enjoy my short story :) I will appreciate any comments.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak dan Ibunya yang sedang Menyulam

Seorang anak melihat ibunya sedang menyulam di ruang tamu. Sang ibu duduk di sebuah kursi santai dan mulai menyulam dengan tenang. Tampak telaten ibu tersebut memasukkan benang ke dalam jarum, mulai menusukkan jarum ke kain sulamannya, dan mulai menyulam perlahan-lahan. Sang anak yang penasaran dengan apa yang ibunya lakukan mendatangi ibunya. Dia berlari kecil ke hadapan ibu, dan menarik-narik celana ibunya untuk mendapatkan perhatian dari ibunya. "Ibu ibu, sedang apa sih ibu?". "Ibu sedang menyulam sayang, ibu sedang membuat menyulam gambar seorang anak yang sedang berdoa.". "Ooohhh, hebat sekali ibu." Jawab anak tersebut dengan kagum. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum mendengar komentar anaknya. Tidak berapa lama, anaknya kembali bertanya kepada ibunya "Bu, kok sulamannya tidak berbentuk seperti anak yang sedang berdoa? Kelihatannya malah seperti benang kusut?". Ibunya diam saja namun tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang berada di

Sindroma Kepala Dua

Hal pertama yang kulakukan sebelum aku menulis postingan ini adalah mengganti judul blog ini. Gak tahu ya hal simpel ini cukup bermakna buatku. Entah kenapa aku memiliki keinginan yang besar untuk menulis sekarang. Tapi aku tidak tahu apa yang ingin kutulis, jadi aku akan mengeluarkan saja semua yang ada di pikiranku sekarang yaa. Baru beberapa hari silam, aku bercengkrama dengan seorang temanku tentang menulis di blog. Aku merasa bahwa tulisanku dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu aku bisa menulis dengan bebas, aku merasa apapun bisa kutulis tanpa mempedulikan apapun, kreativitas bisa kutumpahkan dalam tulisan. Sekarang aku berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang lebih memerhatikan gramatika penulisan, aku memerhatikan kohesivitas tulisan dari awal sampai akhir, aku menulis dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Aku memang seorang mahasiswa yang mau tak mau harus membuat tulisan-tulisan dengan kaku, perlu mencantumkan sumber, harus memerhatikan berbagai as

Mengejar Trotoar

I've made up my mind, Don't need to think it over If I'm wrong, I am right Don't need to look no further, This ain't lust I know this is love But, if I tell the world I'll never say enough 'cause it was not said to you And that's exactly what I need to do If I end up with you [Chorus] Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements? Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere I build myself up And fly around in circles Waitin' as my heart drops And my back begins to tingle Finally, could this be it [Chorus] Or should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would