Langsung ke konten utama

Bystander Effect: Sebuah Posting karena Tidak Mau Curhat Terus di Blog

Karena baru saja di tulisan yang tadi aku menulis betapa sebenarnya aku gak mau menulis curhat doang di blogku, berikut aku mau post tugas esai argumentatifku buat mata kuliah Psikologi Sosial waktu semester 3, hahaha... *Oke fix ini random*.
Kenapa tiba-tiba aku menulis tentang "Bystander Effect" ini? Jadi waktu itu pada semester 3 yang cerah, aku lagi diskusi tentang kecelakaan yang bikin macet. Hal ini sudah terjadi beberapa kali pada diriku dan termasuk pagi ini (jam 7an di tol lingkar luar tanggal 12 Oktober lebih tepatnyya) terjadi kejadian ini lagi. Ada kecelakaan kecil dan jalanan jadi macet hanya karena orang-orang nonton kecelakaan ini. Kemudian aku jadi curhat di essay Psikologi Sosial yang kutulis di semester 3 ini tentang hal ini dan karena latar belakang apa yang terjadi pagi ini jadi ingat sama tulisanku dulu dan mau post deh.
Oh iya satu lagi, kan kesannya bystander effect tuh negatif gitu kan ya (menurutku, soalnya first impressionnya kalau di buku Psisos itu contohnya si Kitty Genove yang dibunuh di depan apartemennya). Makanya aku tulisnya bystander itu berdampak positif yang kontradiktif dengan pandangan umumnya. Lumayan lah esai ini yang membuat aku lulus matkul Psisos, haha..
*Ini kenapa pengantarnya panjang banget yak?*


Bystander Effect Berdampak Positif

Masih lekat di ingatan kita kasus tentang seorang anak berumur dua tahun di Cina bernama Wang Yue yang ditabrak lari oleh seorang pengemudi truk, sehingga anak tersebut jatuh pingsan di tengah jalan. 18 orang melewati tubuh anak tersebut tapi tidak ada satu pun yang menolongnya, hingga akhirnya seorang pemulung menolong anak tersebut (Richburg, 2011). Fenomena di mana tidak ada yang berusaha menolong anak tersebut dinamakan bystander effect. Bystander effect adalah sebuah penemuan bahwa seseorang akan kurang memiliki keinginan untuk membantu saat ada pengamat lain di sekelilingnya (Myers, 2010). Penelitian klasik dari Darley dan Latane menyatakan bahwa semakin banyak pengamat (bystander) yang ada di sekeliling seseorang, maka keinginan seseorang untuk membantu akan menurun sehingga terjadi diffusion of responsibility (dalam Baron, Branscombe, dan Byrne, 2008).
Berkaca pada kasus dari Wang Yue, bystander effect tampak membuat seseorang menjadi seorang yang apatis dan tidak peduli pada lingkungannya. Padahal seharusnya dilihat latar belakang mengapa orang-orang tidak mau menolong. Menurut Fish (2011) mereka tidak mau menolong karena adanya Peng Yu effect, yaitu fenomena yang terjadi di Cina pada tahun 2006 di mana seorang pria yang menolong seorang nenek akhirnya dituntut dan diharuskan membayar ganti rugi kepada nenek tersebut. Hal ini berlaku pada kasus Wang Yue dan membuat orang-orang takut untuk menolong karena takut dituntut dan harus membayar ganti rugi yang besar. Orang-orang tidak seharusnya langsung membuat kesimpulan kalau rakyat Cina tersebut apatis, karena mereka melakukannya demi melindungi diri mereka sendiri. Dari hal ini kita bisa melihat bahwa bystander effect tidak selamanya berdampak buruk dan bisa berdampak positif dalam kehidupan bermasyarakat.
Salah satu dampak positif dari bystander effect yang seperti sudah disampaikan adalah memberikan rasa aman terhadap seseorang. Bila mengacu pada kasus yang terjadi di Cina tersebut, dengan orang-orang tidak menolong anak tersebut maka dirinya bebas dari tuduhan apapun dan tidak akan dituntut oleh siapapun. Perilaku orang-orang yang tidak menolong ini didukung oleh penelitian dari Clark dan Word (1974) yang menunjukkan bahwa meskipun seseorang hanya sendirian tetapi bila kejadian tersebut memiliki ambiguitas yang tinggi, maka perilaku menolong seseorang akan lebih rendah daripada bila sekelompok orang melihat kejadian dengan ambiguitas yang tinggi. Kasus Wang Yue bisa dikatakan memiliki ambiguitas yang tinggi karena dia terjatuh di tengah jalan dengan bersimbah darah. Mereka pasti sebenarnya memiliki keinginan untuk menolong, tetapi mereka tidak bisa memutuskan untuk menolong atau tidak karena merasa banyak orang yang ada disekelilingnya (Myers, 2010)
Dampak positif lainnya dari bystander effect adalah hal tersebut tidak mengusik orang-orang yang memiliki kompetensi lebih untuk menolong. Terdapat dua bentuk dalam menolong yaitu egoistic helping di mana seseorang menolong orang lain demi meningkatkan kesejahteraan dirinya, dan ada juga altruistic helping di mana seseorang menolong orang lain agar kesejahteraan orang lain meningkat tanpa meminta imbalan (Franzoi, 2009). Seseorang yang tidak memiliki kompentensi lebih baik tidak menolong orang lain karena cenderung akan tampak seperti ingin memamerkan kemampuannya dan tergolong dalam egoistic helping.
Contohnya pada kasus kecelakaan bila seseorang yang tidak memiliki kompetensi menolong orang yang mengalami kecelakaan kemungkinan besar malah akan menambah buruk keadaan, sehingga lebih baik dia menjadi bystander saja dan menyerahkan kepada orang lain yang lebih berkompeten untuk menolongnya. Bila seseorang sudah memutuskan untuk membantu dalam kecelakaan tersebut, maka orang tersebut harus memahami apakah orang tersebut memiliki kapasitas untuk menolong atau tidak. Prosocial response tidak akan bisa muncul kecuali orang tersebut benar-benar tahu bagaimana cara membantu (Baron, Branscombe, & Byrne, 2008).
Contoh nyata di Indonesia yang mendukung untuk melakukan bystander effect adalah kemacetan di lalu lintas karena kecelakaan. Banyak orang yang hanya menonton saja dan tidak menolongnya sehingga menyebabkan kemacetan di jalan dan menghambat perjalanan orang lain. Bila orang-orang tersebut tetap jalan tanpa memedulikan kecelakaan tersebut maka jalanan akan tetap lancar, aktivitas orang lain tidak akan ada yang terganggu, dan orang yang memiliki kemampuan lebih untuk menolong dapat menolong orang tersebut dengan lebih cepat. Bystander effect dapat lebih memungkinkan terjadi bila semakin banyak orang disekeliling orang tersebut (Franzoi, 2009), tetapi orang-orang tersebut tidak haruslah nyata ada disekeliling kita. Garcia dan kawan-kawan (2002) menyatakan bila seseorang hanya dengan membayangkan saja bahwa disekelilingnya banyak orang yang akan menolong si korban, maka hal ini akan meningkatkan perilaku bystander pada seseorang.
Perlu diingat bahwa tidak menolong orang lain bukan berarti orang tersebut apatis atau tidak memiliki prosocial behavior. Dalam menghadapi kasus yang darurat seseorang akan mengalami lima tahap penting yang membuat orang ingin menolong atau tidak, yaitu berada dalam situasi tersebut, menginterpretasi keadaan, mengasumsikan tanggung jawab, melihat kemampuan yang dimiliki untuk membantu, dan memutuskan untuk menolong atau tidak (Darley & Latane, 1968, dalam Baron, Branscombe, Byrne, 2008). Seseorang harus memiliki kemampuan dengan baik dan cepat memutuskan dalam tiap tahap tersebut agar menjadi penolong yang efektif.
Dalam kasus kecelakaan di jalan, banyak orang yang melalui tahap di mana orang tersebut berada dalam situasi tersebut dan menginterpretasi keadaan, tetapi orang-orang tidak dengan cepat memutuskan tanggung jawab yang bisa dilakukannya sehingga tidak bisa membuat keputusan dengan cepat. Seharusnya bila ada kejadian yang ambigu di mata orang-orang, kita harus cepat menginterpretasikannya (Myers, 2010) karena bila membutuhkan waktu yang lama maka yang terjadi adalah orang-orang hanya menjadi penonton kecelakaan tersebut sehingga tetap saja tidak menolong dan mengganggu aktivitas orang lain atau mengganggu penolong yang lebih memiliki kompetensi. Oleh karena itu lebih baik menjadi bystander dan langsung pergi daripada tetap menonton dan mengganggu orang lain.
Dapat disimpulkan dari sini bahwa bystander effect tidak selamanya memberikan dampak negatif kepada seseorang, tetapi juga dapat memberikan dampak positif. Lebih baik melakukan bystander bila memang merasa tidak bertanggung jawab dan tidak mampu untuk untuk menolong, daripada menolong orang lain tetapi tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan yang menyebabkan seseorang dituntut orang lain karena dianggap salah menolong.



Daftar Pustaka

Baron, R. A., Branscombe, N. R., Byrne, D. (2008). Social psychology (12th ed.). USA: Pearson Education, Inc.
Clark, R. S., Word, L. E. (1974). Where is the apathetic bystander? Situasional charateristic of emergency. Journal of personality and social psychology, 29(3), 279 – 287.
Fish, E. (2011). Heartless bystanders not solely chinese problem. Global Times. Diunggah dari http://www.globaltimes.cn/NEWS/tabid/99/ID/661115/Heartless-bystanders-not-solely-Chinese-problem.aspx
Franzoi, S. L. (2009). Social psychology (5th ed.). New York: McGraw-Hill.
Garcia, S. M., Weaver, K., Moskowitz, G. B, Darley, J. M. (2002). Crowded minds: The implicit bystanders effect. Journal of personality and social psychology, 83(4), 843 – 853.
Myers, D. G. (2010). Social psychology (10th ed.). New York: McGraw-Hill.
Richburg, K. B. (2011). Toddler in china hit by 2 cars, then ignored, dies. The washington post. Diunggah dari http://www.washingtonpost.com/world/asia-pacific/toddler-in-china-hit-by-2-cars-then-ignored-dies/2011/10/21/gIQAmamL2L_story.html?wprss=rss_asia-pacific

Komentar

theo noya mengatakan…
berarti kamu harus baca soal risky hostpitality
Christ Billy Aryanto mengatakan…
Risky hospitality maksudnya mau membantu orang lain meskipun sangat beresiko kah? Hmm, mungkin bisa jadi tulisanku yang baru untuk membantah pendapatku sendiri. Tapi aku tak ada referensi tentang itu sih, haha..

Postingan populer dari blog ini

Anak dan Ibunya yang sedang Menyulam

Seorang anak melihat ibunya sedang menyulam di ruang tamu. Sang ibu duduk di sebuah kursi santai dan mulai menyulam dengan tenang. Tampak telaten ibu tersebut memasukkan benang ke dalam jarum, mulai menusukkan jarum ke kain sulamannya, dan mulai menyulam perlahan-lahan. Sang anak yang penasaran dengan apa yang ibunya lakukan mendatangi ibunya. Dia berlari kecil ke hadapan ibu, dan menarik-narik celana ibunya untuk mendapatkan perhatian dari ibunya. "Ibu ibu, sedang apa sih ibu?". "Ibu sedang menyulam sayang, ibu sedang membuat menyulam gambar seorang anak yang sedang berdoa.". "Ooohhh, hebat sekali ibu." Jawab anak tersebut dengan kagum. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum mendengar komentar anaknya. Tidak berapa lama, anaknya kembali bertanya kepada ibunya "Bu, kok sulamannya tidak berbentuk seperti anak yang sedang berdoa? Kelihatannya malah seperti benang kusut?". Ibunya diam saja namun tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang berada di

Sindroma Kepala Dua

Hal pertama yang kulakukan sebelum aku menulis postingan ini adalah mengganti judul blog ini. Gak tahu ya hal simpel ini cukup bermakna buatku. Entah kenapa aku memiliki keinginan yang besar untuk menulis sekarang. Tapi aku tidak tahu apa yang ingin kutulis, jadi aku akan mengeluarkan saja semua yang ada di pikiranku sekarang yaa. Baru beberapa hari silam, aku bercengkrama dengan seorang temanku tentang menulis di blog. Aku merasa bahwa tulisanku dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu aku bisa menulis dengan bebas, aku merasa apapun bisa kutulis tanpa mempedulikan apapun, kreativitas bisa kutumpahkan dalam tulisan. Sekarang aku berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang lebih memerhatikan gramatika penulisan, aku memerhatikan kohesivitas tulisan dari awal sampai akhir, aku menulis dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Aku memang seorang mahasiswa yang mau tak mau harus membuat tulisan-tulisan dengan kaku, perlu mencantumkan sumber, harus memerhatikan berbagai as

Mengejar Trotoar

I've made up my mind, Don't need to think it over If I'm wrong, I am right Don't need to look no further, This ain't lust I know this is love But, if I tell the world I'll never say enough 'cause it was not said to you And that's exactly what I need to do If I end up with you [Chorus] Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements? Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere I build myself up And fly around in circles Waitin' as my heart drops And my back begins to tingle Finally, could this be it [Chorus] Or should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would