Langsung ke konten utama

Jaket Kulit Itu Seram

Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 dan Kalista masih berada di dalam angkutan umum yang akan membawanya ke depan komplek perumahan tempat Kalista tinggal. Kalista yang baru saja selesai mengurusi kepanitiaan di kampus tampak duduk dengan meluruskan kakinya karena angkutan umum tersebut hanya ada lima orang saja, sang supir, Kalista, seorang laki-laki yang duduk di sebelah supir, dan sepasang suami-istri paruh baya yang duduk di ujung. Kalista, yang duduk di belakang supir, memandang ke depan karena komplek perumahannya sudah dekat.

Beberapa meter sebelum sampai di depan komplek perumahannya, Kalista mengetuk atap dari angkutan umum tersebut untuk memberi tanda kepada supir untuk berhenti. Supir mulai melambatkan dan berhenti tepat di depan komplek perumahan tempat Kalista tinggal. Perlahan Kalista melangkah dan keluar dari angkutan umum, kemudian menuju ke depan untuk membayar supir angkutan umum yang telah mengantarkannya. Dikeluarkannya dompet berwarna krem dari tas tangan yang dibawanya, dikeluarkan dua lembar uang dua ribu, dibayarnya supir angkutan umum tersebut, kemudian Kalista berbalik dan mulai berjalan masuk ke dalam komplek perumahan sambil memasukkan dompet ke dalam tasnya dengan sedikit tergesa-gesa karena Kalista ingin segera pulang. Jarak dari mulut komplek sampai ke rumahnya cukup jauh dan ditempuh dengan berjalan sekitar 10 menit, karena tidak ada yang bisa menjemput Kalista dan ojek sudah tidak ada yang beroperasi, akhirnya Kalista berjalan menuju rumahnya.

Kalista mulai berjalan agak cepat karena ingin segera pulang dan melepaskan lelah di rumah. Tiba-tiba di tengah jalan Kalista mendengar sayup-sayup seseorang memanggil "mbak". Kalista mulai sedikit melambatkan langkahnya dan mencari sumber suara tersebut, kembali terdengar suara tersebut yang terdengar seperti suara berat laki-laki memanggil. Kalista melihat ke belakang dan benar ada seorang laki-laki berada jauh di belakangnya, kebetulan banyak tiang lampu di komplek perumahan tersebut sehingga keadaan malam itu tidak terlalu gelap. Sambil masih berjalan, Kalista memerhatikan laki-laki yang berada jauh di belakang itu. Laki-laki itu bertubuh cukup besar, memakai jaket kulit hitam dengan celana jeans gelap dan memakai topi. Kalista mencurigai orang tersebut ingin mencelakai dirinya sehingga dia terus berjalan dan mempercepat langkahnya agar jaraknya semakin jauh dengan laki-laki itu. Tetapi laki-laki itu mengikuti Kalista.

"Mbak Kalista" terdengar suara berat laki-laki itu memanggil lagi dan kali ini Kalista sangat kaget, dari mana dia tahu namaku? Jarak rumahnya tinggal lima blok lagi dan karena ketakutan dirinya mulai berlari tanpa mempedulikan laki-laki tersebut. Sesampainya di rumah, Kalista segera membuka gerbang rumah, segera mengambil kunci dari tasnya, segera membuka kunci rumah, dan segera masuk ke dalam rumah dengan pintu agak dibanting dan kemudian cepat-cepat dikuncinya rumahnya. Nafas Kalista tersengal-sengal karena terburu-buru menuju ke rumah dan langsung terduduk di kursi ruang tamu. Ibu Kalista terbangun karena mendengar pintu yang dibanting dan melihat anaknya sedang terduduk sambil terengah-engah di ruang tamu. Melihat ibunya, Kalista segera memeluk ibunya dengan tubuh gemetar. Ibu berusaha menenangkan Kalista dan menanyakan hal apa yang terjadi pada Kalista. Mereka akhirnya duduk di ruang tamu dan Kalista mulai menceritakan hal mengenai laki-laki besar yang mengikutinya dan membuat Kalista takut.

Tak berapa lama Kalista selesai bercerita, terdengar suara pintu gerbang diketuk-ketuk. Ibu Kalista heran siapa kira-kira orang yang datang hampir tengah malam seperti sekarang. Kalista kembali takut dan panik karena jangan-jangan orang yang berada di depan gerbang itu adalah laki-laki besar itu. Kembali terdengar pintu gerbang diketuk dan akhirnya diintipnya melalui jendela oleh Kalista dan ibunya untuk mengetahui siapa gerangan yang berada di depan gerbang. Benar saja, ternyata laki-laki besar dengan jaket kulit hitam tadi tetapi sekarang topinya sudah dilepas dan dipegang di tangannya sehingga terlihat rambutnya yang cepak. Kalista benar-benar ketakutan dan ibu menenangkan Kalista bahwa semua akan baik-baik saja. Ibunya meyakinkan bahwa tidak mungkin ada orang jahat yang mau berbuat jahat dengan mengetuk gerbang dahulu. Tetapi pikiran Kalista sudah kacau dengan ketakutannya sehingga hanya ada pikiran-pikiran negatif yang muncul. Akhirnya, ibu Kalista berniat keluar untuk menanyakan apa keperluan dari orang tersebut, namun Kalista mencegahnya. Tanpa rasa takut atau gentar sedikitpun, ibu Kalista keluar dan Kalista yang sudah tidak bisa mencegah ibunya menemani ibunya keluar juga sambil bersembunyi dibalik ibunya.

Perlahan ibu dan Kalista keluar mendekati pintu gerbang rumah, ibu bertanya keperluan dari laki-laki yang sedang berdiri tegap di depan gerbang. Dengan suara berat, orang tersebut meminta maaf dan langsung menyodorkan sebuah dompet krem melalui sela-sela pintu gerbang. Kalista terbelalak dan mengernyitkan dahinya, dompet tersebut adalah dompet miliknya. Kebingungan, Kalista yang masih ketakutan bertanya dengan suara gemetar kepada orang tersebut di mana dia menemukan dompet miliknya. Dikatakannya bahwa orang tersebut melihat Kalista yang dengan terburu-buru memasukkan dompetnya ke dalam tas, namun ternyata dompetnya tidak masuk ke dalam tas dan terjatuh. Pantas saja tadi orang tersebut bisa memanggil Kalista karena di dalam dompet tersebut memang ada kartu identitas miliknya. Dengan tersipu malu, diambilnya dompet miliknya yang masih berada di tangan laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut tersenyum kepada Kalista dan ibunya, setelah itu berpamitan untuk segera pulang.

Kalista masuk ke dalam rumah bersama ibunya dengan tersipu malu karena sudah salah sangka terhadap laki-laki besar dengan jaket kulit hitam tersebut. Ibu tersenyum melihat tingkah anaknya yang sudah tidak takut lagi dan nampak lega meskipun malu-malu. Kalista menyalahkan orang tersebut mengapa harus memakai pakaian yang menyeramkan dengan tubuh yang besar sehingga dia menjadi takut dan lari. Akhirnya mereka semua masuk ke dalam rumah dan mengunci pintu dengan rapat.

CBA
7 November 2012

*

Akhirnya menulis cerpen lagi. Sebenarnya saaat aku menulis cerpen ini, aku membuat tantangan pada diriku sendiri untuk membuat cerpen minimal dua halaman A4 dan voila jadilah cerpen ini. Intinya aku membuat cerpen ini karena tengah malam terlintas dipikiranku kutipan "Don't judge a book from its cover" dan jeng-jeng jadilah cerpen ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak dan Ibunya yang sedang Menyulam

Seorang anak melihat ibunya sedang menyulam di ruang tamu. Sang ibu duduk di sebuah kursi santai dan mulai menyulam dengan tenang. Tampak telaten ibu tersebut memasukkan benang ke dalam jarum, mulai menusukkan jarum ke kain sulamannya, dan mulai menyulam perlahan-lahan. Sang anak yang penasaran dengan apa yang ibunya lakukan mendatangi ibunya. Dia berlari kecil ke hadapan ibu, dan menarik-narik celana ibunya untuk mendapatkan perhatian dari ibunya. "Ibu ibu, sedang apa sih ibu?". "Ibu sedang menyulam sayang, ibu sedang membuat menyulam gambar seorang anak yang sedang berdoa.". "Ooohhh, hebat sekali ibu." Jawab anak tersebut dengan kagum. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum mendengar komentar anaknya. Tidak berapa lama, anaknya kembali bertanya kepada ibunya "Bu, kok sulamannya tidak berbentuk seperti anak yang sedang berdoa? Kelihatannya malah seperti benang kusut?". Ibunya diam saja namun tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang berada di

Sindroma Kepala Dua

Hal pertama yang kulakukan sebelum aku menulis postingan ini adalah mengganti judul blog ini. Gak tahu ya hal simpel ini cukup bermakna buatku. Entah kenapa aku memiliki keinginan yang besar untuk menulis sekarang. Tapi aku tidak tahu apa yang ingin kutulis, jadi aku akan mengeluarkan saja semua yang ada di pikiranku sekarang yaa. Baru beberapa hari silam, aku bercengkrama dengan seorang temanku tentang menulis di blog. Aku merasa bahwa tulisanku dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu aku bisa menulis dengan bebas, aku merasa apapun bisa kutulis tanpa mempedulikan apapun, kreativitas bisa kutumpahkan dalam tulisan. Sekarang aku berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang lebih memerhatikan gramatika penulisan, aku memerhatikan kohesivitas tulisan dari awal sampai akhir, aku menulis dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Aku memang seorang mahasiswa yang mau tak mau harus membuat tulisan-tulisan dengan kaku, perlu mencantumkan sumber, harus memerhatikan berbagai as

Mengejar Trotoar

I've made up my mind, Don't need to think it over If I'm wrong, I am right Don't need to look no further, This ain't lust I know this is love But, if I tell the world I'll never say enough 'cause it was not said to you And that's exactly what I need to do If I end up with you [Chorus] Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements? Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere I build myself up And fly around in circles Waitin' as my heart drops And my back begins to tingle Finally, could this be it [Chorus] Or should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would