Langsung ke konten utama

Kertasnya Berwarna Putih

Kertasnya berwarna putih, bersih sekali. Bahkan tidak ada setitik noda. Tidak ada tulisannya sama sekali, tidak ada gambarnya juga, tidak ada coretan apapun, hanya kertas berwarna putih. Kertas konvensional yang bisa dibeli di tukang fotokopi, bisa dibeli di toko buku, bisa dibeli di supermarket. Bahkan kertas putih ini tidak layak jadi bungkus gorengan karena biasanya bungkus gorengan saja ada tulisan atau gambar didalamnya. Baik tulisan tentang ujian sekolah, kertas bekas laporan keuangan tahun 1990, tabel-tabel kosong yang entah harusnya diisi apa, atau bahkan kertas bekas buku pelajaran yang sebenarnya bisa memberikan ilmu tapi malah jadi bungkus gorengan.

Aku pengin banget menulis, entah itu tulisan akademik atau karangan-karangan lain. Entah sebagai seorang akademisi atau sebagai seorang yang terlalu banyak ide atau pikiran. Aku bisa menulis, tapi aku tidak bisa membuat suatu tulisan. Aku memang sekarang menulis, tapi sekarang aku sedang tidak membuat tulisan yang bernilai. Aku hanya bercerita dalam bentuk tulisan. Aku hanya mencurahkan isi pikiranku dalam tulisan. Aku tidak sedang menulis sebuah esai yang dapat menggerakkan masyarakat untuk beraksi mencerdaskan kehidupan bangsa. Aku tidak sedang menulis sebuah makalah yang dapat memberikanku nilai agar IP-ku bagus. Aku tidak sedang menulis sebuah cerpen yang dapat memberikan insight kepada pembacanya. Aku tidak sedang menulis puisi yang membuat orang bertanya-tanya apa latar belakang penulis menulis puisi tersebut. Aku sekarang sedang menulis, tapi tidak sedang membuat tulisan.

Tapi apa yang kutulis ini juga tulisan dong sebenarnya? Tulisan itu sesuatu yang berasal dari pikiran seseorang dan kemudian ditulis. Aku membuat suatu tulisan cerpen itu dari pikiranku, tulisan puisi juga dari pikiranku, tulisan laporan kuliah juga merupakan buah pikiranku, jadi yang kutulis sekarang ini adalah tulisan. Tapi tulisan ini tidak bernilai, tidak ada maknanya, aku menulis karena aku sedang tidak bisa membuat tulisan. Jadi aku sedang menulis apa sih sebenarnya?

Katanya ini writer's block, tapi aku bukanlah seorang penulis. Ide yang berada di otakku sedang meluap-luap dan bahkan luber. Ibarat bak mandi airnya sekarang sudah membasahi seluruh lantai kamar mandi. Tapi tidak satupun ide tersebut tersalurkan pada kertas apapun. Ada rasa penyesalan saat sebenarnya aku tahu bahwa aku mampu membuat suatu tulisan tetapi sayang tidak terungkapkan dan tidak dapat kubahasakan. Akhirnya ide itu tetap membasahi seluruh lantai kamar mandi.

Kertasnya berwarna putih, tapi sekarang ada tulisannya di atasnya. Aku sedang membahasakan apa yang ada di otakku sekarang, bahwa aku sedang tidak bisa menulis padahal ingin sekali membuat tulisan. Lantai kamar mandi yang basah dan bak mandi dengan ide yang luber, tolong tetap basah ya. Kalau kalian kering aku tidak bisa menggunakannya. Aku tidak butuh ide, yang kubutuhkan adalah cara untuk menyalurkan ide. Aku ingin agar ada sebuah kertas putih yang penuh dengan tulisan yang layak baca dan berharga.

Sekarang kertasnya tetap berwarna putih tetapi ada tinta hitam di atasnya, tapi sayang penulisnya selesai membaca langsung meremas-remas kertas itu dan membuang ke tempat sampah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak dan Ibunya yang sedang Menyulam

Seorang anak melihat ibunya sedang menyulam di ruang tamu. Sang ibu duduk di sebuah kursi santai dan mulai menyulam dengan tenang. Tampak telaten ibu tersebut memasukkan benang ke dalam jarum, mulai menusukkan jarum ke kain sulamannya, dan mulai menyulam perlahan-lahan. Sang anak yang penasaran dengan apa yang ibunya lakukan mendatangi ibunya. Dia berlari kecil ke hadapan ibu, dan menarik-narik celana ibunya untuk mendapatkan perhatian dari ibunya. "Ibu ibu, sedang apa sih ibu?". "Ibu sedang menyulam sayang, ibu sedang membuat menyulam gambar seorang anak yang sedang berdoa.". "Ooohhh, hebat sekali ibu." Jawab anak tersebut dengan kagum. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum mendengar komentar anaknya. Tidak berapa lama, anaknya kembali bertanya kepada ibunya "Bu, kok sulamannya tidak berbentuk seperti anak yang sedang berdoa? Kelihatannya malah seperti benang kusut?". Ibunya diam saja namun tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang berada di ...

Sindroma Kepala Dua

Hal pertama yang kulakukan sebelum aku menulis postingan ini adalah mengganti judul blog ini. Gak tahu ya hal simpel ini cukup bermakna buatku. Entah kenapa aku memiliki keinginan yang besar untuk menulis sekarang. Tapi aku tidak tahu apa yang ingin kutulis, jadi aku akan mengeluarkan saja semua yang ada di pikiranku sekarang yaa. Baru beberapa hari silam, aku bercengkrama dengan seorang temanku tentang menulis di blog. Aku merasa bahwa tulisanku dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu aku bisa menulis dengan bebas, aku merasa apapun bisa kutulis tanpa mempedulikan apapun, kreativitas bisa kutumpahkan dalam tulisan. Sekarang aku berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang lebih memerhatikan gramatika penulisan, aku memerhatikan kohesivitas tulisan dari awal sampai akhir, aku menulis dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Aku memang seorang mahasiswa yang mau tak mau harus membuat tulisan-tulisan dengan kaku, perlu mencantumkan sumber, harus memerhatikan berbagai as...

Sebuah Mimpi Tentang Pendeta

Judul ini merupakan judul salah satu sebuah file text document di my document laptopku. Aku buat ini tanggal 3 Januari untuk mimpiku tanggal 2 Januari. Sebenarnya aku lupa kenapa aku tiba-tiba menuliskan tentang mimpi ini, hal kuingat adalah saat aku bangun tidur setelah mimpi ini aku secara otomatis menyalakan laptop dan mengetik apa yang ada dalam mimpiku tanggal 2 Januari tersebut. Jadi inilah yang kuketik dalam file tersebut dengan pengubahan seperlunya... 2 Januari 2013 Seorang pendeta sedang khotbah di atas mimbar. Semua jemaatnya sibuk sendiri. Ada yang ngobrol sama sebelahnya, ada yang mainan HP, ada yang lebih sibuk mengurusi anaknya. Kemudian pendeta tersebut terdiam dan turun dari mimbarnya, tapi tidak ada yang sadar kalau pendetanya sudah pergi. Tiba-tiba pendeta itu menghampiri aku dan seorang teman gereja dan mengajak kami 'nongkrong'. Kami ngobrol di lantai, di depan sebuah pintu entah di mana. Akhirnya kita ngobrol-ngobrol sampai akhirnya aku bertanya ...