Langsung ke konten utama

To-Do List Menghadap ke Tuhan Buat yang Masih di Bumi

Isolasi diri hari ke-25. Kalau di masa depan baca lagi dan lupa kenapa ada isolasi, karena ada virus namanya Coronavirus yang disebut sebagai COVID-19 atau bahasa kerennya Sars-Cov-2. Masuk minggu kedua isolasi, aku merasa semakin kontraproduktif. Sepertinya pekerjaanku banyak yang terbengkalai. Minggu ketiga isolasi, hidup rasanya semakin depresif. 3 saudaraku meninggal: 1 pakde bapakku, 1 sepupuku yang meninggal di depan mataku, dan 1 lagi pakdeku yang adalah kakak sulung bapakku. Tepat di hari isolasi hari ke-24, ada seorang musisi terkenal yaitu Glenn Fredly meninggal karena meningitis. Dunia musik pop Indonesia bersedih dan banyak temanku yang bersedih. Aku sendiri? Aku sedih, tapi mati rasa. Ketika menghadapi kematian berturut-turut, rasanya bilang sedih tidak cukup untuk mendeskripsikannya. Kalau lihat berita, tiap hari mendengar update berapa orang yang meninggal karena COVID-19. Ditambah lagi kita tidak tahu berapa orang yang meninggal yang bukan karena COVID-19 (seperti tiga saudaraku).

Mengutip Yeremia 29:11, "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.". Betul sekali, tidak pernah ada orang yang bisa merencanakan kapan dirinya meninggal. Hanya Tuhan yang tahu. Kalaupun Tuhan sudah memanggil, menurutku itu karena menurut Tuhan itu adalah rancangan-Nya yang terbaik.

Satu hal yang kupelajari dari mengurus jenazah beberapa minggu ini adalah bahwa ternyata banyak sekali administrasi yang harus diurus ketika seseorang sudah meninggal. Ketika meninggal, kita tidak hanya meninggalkan nama, kesan dan pesan, tetapi juga meninggalkan tubuh kita untuk diurus orang lain. Kata pelajaran IPS dari jaman SD, manusia adalah makhluk sosial kan. Benar sekali, sampai jiwa kita sudah berada di surga pun tubuh kita tertinggal di bumi dan diurus orang lain. Tidak seperti hewan lain yang mungkin ditinggalkan begitu saja dan dibiarkan menjadi bangkai.

Oleh karena itu, aku terpikir membuat tulisan ini. Kenapa? Karena aku pernah bilang pada diriku sendiri bahwa kemungkinan aku akan meninggal sendiri karena aku memutuskan untuk tidak menikah. Ditambah lagi bapak-ibuku sudah tua, jadi mereka akan lebih cepat meninggalkanku. Lalu kedua kakakku usianya berbeda belasan tahun, berarti kemungkinan mereka meninggal karena usia tua lebih cepat daripada aku. Jadi siapa yang mengurus aku? Entahlah, manusia bisa berencana tetapi Tuhan yang menentukan.

Jadi buat siapapun yang ada di bumi yang mengurus kematianku, berikut aku bantu buat to-do-list hal yang perlu diurus ketika aku sudah meninggal nanti. Tulisan ini kubuat tahun 2020, jadi tidak tahu deh apakah masih berlaku ketika aku meninggal kelak. Mungkin kalau aku ada waktu untuk update informasi di sini, aku akan update mengikuti perkembangan zaman.


  • Kabari keluargaku bahwa aku sudah tiada. Kabari juga orang-orang di gerejaku (GKI Raya Hankam) bahwa aku sudah pergi. Tim pelawatan wilayahku cukup tanggap terkait kematian. Kalian bisa cek HPku juga untuk siapa saja yang bisa dikontak. Adit (Aditya Hizkia) atau Asti (Prashasti Putri) tahu kok passwordnya dan aku hampir tidak pernah ganti screen lock HP.
  • Jika aku meninggal di rumah, carikan aku dokter siapapun yang kalian kenal. Agar aku bisa dibuat surat keterangan kematian. Nanti surat tersebut sepertinya harus dibawa juga ke Puskesmas untuk mempermudah proses pengurusan kuburan. Kalau aku meninggal di rumah sakit, dokter bisa langsung mengurus sertifikat kematian. Kalau aku meninggal di rumah sakit, aku berharap untuk rumah dukanya di rumahku sendiri saja, jadi antar jenazahku pulang setelah dimandikan. Oh iya, suratnya difotokopi juga ya.
  • Urus surat keterangan ke RT, RW, dan Lurah. Biasanya dibutuhkan fotokopi KTP dan KK. Bapakku sangat rapi dalam mendokumentasikan, jadi bisa langsung ambil saja. Kalau ternyata aku meninggal sendiri, aku akan siapkan dalam 1 folder jika aku tahu ajal sudah mendekat.
  • Minta tolong tim pelawatan gerejaku untuk mengurus ibadah. Informasi di gereja cepat menyebar, jadi seharusnya pendeta juga sudah siap dengan ibadah penghiburan keluarga dan ibadah pemakaman.
  • Jika aku meninggal dalam waktu dekat, kubur aku di mana saja. Tanyakan pada keluargaku di mana aku mau dikubur. Aku tidak seperti bapak-ibuku yang sudah siap kuburan. Jika umurku panjang dan aku meninggal sendiri, aku berharap sudah ada teknologi di masa depan di mana aku bisa meninggal dan menjadi bibit pohon untuk ditanam di sebuah hutan. Kalau baca berita teknologi, sepertinya hal itu sudah bisa terealisasi.
  • Kalau aku sudah tua, ada baiknya aku mendaftar Yayasan Tabitha sehingga kalian tinggal menelpon Tabitha untuk segala urusan bunga, mobil jenazah, dan peti. Tapi yaa sebenarnya aku tetap ingin meninggal menjadi bibit pohon sih, mungkin gak ya di masa depan Yayasan Tabitha menyiapkannya? Yang pasti, aku tidak mau meninggal ditumpuk dengan jenazah lain.
  • Buat biaya pemakaman, tenda, kursi, konsumsi, dan segalanya, aku tidak mau merepotkan. Ambil saja dari rekeningku. Nanti kucari cara bagaimana ada orang yang tahu pin ATMku untuk bisa kalian ambil.
  • Buat semua sosial mediaku, nanti aku akan cari fitur yang akan memilih seseorang yang mengurus sosmedku ketika sudah meninggal. Mas Bayu pernah melakukannya buat FBnya dan memilih aku untuk mengurusnya. Kalau tidak yasudah kukirim password ke orang yang kupercaya
  • Kalau aku meninggal di luar negeri pada tahun 2020-2024, beasiswa LPDP bersedia untuk mengirimkan jenazah dari tempat aku meninggal ke Indonesia kok. Hubungi saja LPDP dan teman-teman PK-ku pasti tahu juga kalau aku meninggal, jadi mereka bisa bantu untuk hubungi.
  • Terkait warisan, hutang-hutangku yang mungkin kumiliki, dan hal lainnya yang kutinggalkan ketika ku meninggal, mari kita lihat di masa depan ya. Aku pastinya berharap panjang umur (amiinn) sehingga semua bisa kuurus.
  • Sebenarnya catatan di atas lebih cocok kalau aku meninggal dengan tenang karena usia atau sakit ya. Kalau aku ternyata kecelakaan atau dibunuh mungkin akan beda cerita. Kemungkinan aku bunuh diri kecil kok, karena bunuh diri itu dosa dan aku tidak mau menambah kesedihan orang-orang disekelilingku karena aku memilih mengambil nyawaku sendiri. Sebagai penganut psikologi positif, aku juga berusaha menjaga well-being dan well-being diketahui berkorelasi negatif dengan intensi bunuh diri. Tapi ya yang kutulis ini kurang lebih yang kuharapkan dari kematianku. Kembali lagi, manusia yang berharap tetapi Tuhan yang menentukan.
  • Oh iya, tentang kebaktian ketika aku meninggal. Aku ingin dinyanyikan lagu "Jalan Hidup Tak Selalu" (NKB 170) sama "Tak Kutahu kan Hari Esok" (PKJ 241). Kalau ada paduan suara keluarga atau paduan suara mana gitu yang mau nyanyiin buatku, terima kasih banyak kuucapkan ya. Apapun yang kalian nyanyikan, yang penting jadi penghiburan buat kalian.
Satu hal yang kupelajari dari kematian adalah bahwa kita baru akan tahu bagaimana kita dikenal orang lain setelah kita wafat. Semua orang membicarakan hal baik dari sepupuku maupun pakdeku ketika sudah meninggal, berarti mereka berdua sudah menabur banyak kebaikan ketika hidup. Aku? Entahlah, kan belum pernah meninggal. Buat siapapun yang membaca to-do list yang masih berantakan dan belum sistematis ini, terima kasih ya. Kalian jadi tahu apa yang bisa kalian lakukan ketika aku tiada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak dan Ibunya yang sedang Menyulam

Seorang anak melihat ibunya sedang menyulam di ruang tamu. Sang ibu duduk di sebuah kursi santai dan mulai menyulam dengan tenang. Tampak telaten ibu tersebut memasukkan benang ke dalam jarum, mulai menusukkan jarum ke kain sulamannya, dan mulai menyulam perlahan-lahan. Sang anak yang penasaran dengan apa yang ibunya lakukan mendatangi ibunya. Dia berlari kecil ke hadapan ibu, dan menarik-narik celana ibunya untuk mendapatkan perhatian dari ibunya. "Ibu ibu, sedang apa sih ibu?". "Ibu sedang menyulam sayang, ibu sedang membuat menyulam gambar seorang anak yang sedang berdoa.". "Ooohhh, hebat sekali ibu." Jawab anak tersebut dengan kagum. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum mendengar komentar anaknya. Tidak berapa lama, anaknya kembali bertanya kepada ibunya "Bu, kok sulamannya tidak berbentuk seperti anak yang sedang berdoa? Kelihatannya malah seperti benang kusut?". Ibunya diam saja namun tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang berada di

Sindroma Kepala Dua

Hal pertama yang kulakukan sebelum aku menulis postingan ini adalah mengganti judul blog ini. Gak tahu ya hal simpel ini cukup bermakna buatku. Entah kenapa aku memiliki keinginan yang besar untuk menulis sekarang. Tapi aku tidak tahu apa yang ingin kutulis, jadi aku akan mengeluarkan saja semua yang ada di pikiranku sekarang yaa. Baru beberapa hari silam, aku bercengkrama dengan seorang temanku tentang menulis di blog. Aku merasa bahwa tulisanku dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu aku bisa menulis dengan bebas, aku merasa apapun bisa kutulis tanpa mempedulikan apapun, kreativitas bisa kutumpahkan dalam tulisan. Sekarang aku berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang lebih memerhatikan gramatika penulisan, aku memerhatikan kohesivitas tulisan dari awal sampai akhir, aku menulis dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Aku memang seorang mahasiswa yang mau tak mau harus membuat tulisan-tulisan dengan kaku, perlu mencantumkan sumber, harus memerhatikan berbagai as

Mengejar Trotoar

I've made up my mind, Don't need to think it over If I'm wrong, I am right Don't need to look no further, This ain't lust I know this is love But, if I tell the world I'll never say enough 'cause it was not said to you And that's exactly what I need to do If I end up with you [Chorus] Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements? Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere I build myself up And fly around in circles Waitin' as my heart drops And my back begins to tingle Finally, could this be it [Chorus] Or should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would