Langsung ke konten utama

Dream

Ini tidak ada hubungannya dengan mimpi yang kuceritakan di pos sebelumnya. Sejak aku menuliskan ceritaku tentang mimpiku yang datang secara ajaib itu, aku sekarang lebih mudah ingat dengan mimpi-mimpiku di kala tidurku setiap hari dan ternyata aku sering sekali mimpi, haha.. Mimpi yang indah, mimpi yang buruk, mimpi yang aneh, mimpi yang biasa-biasa saja, aku mengalaminya. Tulisan ini aku buat tepat setelah aku bangun tidur siang dan aku bermimpi tentang aku dan dua orang, seorang teman dan seorang penjaga kasir. Tidak seperti mimpi sebelumnya yang sangat misterius kenapa bisa muncul di otakku, mimpi yang sekarang ini aku dapat pahami kenapa bisa muncul karena sebelum aku tidur aku mengobrol dengan temanku tentang sesuatu yang ada hubungannya dengan orang ini.

Aku dan mereka berada di sebuah kafe yang aku pun tidak tahu di mana kafe itu berada. Di mimpi itu aku mengobrol banyak dengan temanku seru sekali, entah apa yang kami bicarakan saat itu. Di tengah perbincangan kami yang seru, aku berdiri dan mendatangi kasir dari kafe tersebut. Lalu aku terlibat dalam sebuah perbincangan yang sangat seru dengan penjaga kasir tersebut, entah bagaimana caranya aku terlibat perbincangan dengan orang asing. Aku ingat dengan komputer yang ada di kasir, dia menunjukkan foto-foto (tampaknya dari facebook) seorang perempuan yang mengenakan baju pernikahan. Aku dan penjaga kasir itu mengomentari foto-foto yang dia tunjukkan tersebut, seraya aku melihat ke arah temanku yang kutinggalkan. Dia sudah membuka laptopnya dan seperti mengecek sesuatu. Aku pun akhirnya segara membayar ke penjaga kasir itu, berjalan ke arah tempat dudukku semula, dia melihatku, dan aku terbangun.

Tidak perlu interpretasikan apa mimpiku di atas ini, karena ada hal lain yang tidak berhubungan dengan mimpiku ini yang ingin aku tuliskan dan tiba-tiba terlintas dalam otakku. Aku ingin menuliskan tentang mimpi, tetapi mimpi ini dalam artian konotatif. Mimpi yang orang-orang bilang harus digantungkan setinggi langit dan beberapa orang lain mengatakan bahwa itu disebut cita-cita. Kenapa tiba-tiba aku ingin menuliskan tentang mimpi konotatif ini? Karena aku baru saja bermimpi denotatif..................... (krik ya?)

Ketika masih SD, saat itu masih di tahun-tahun awalku les keyboard di tempat les musik di Pondok Gede, aku mulai tumbuh kecintaan terhadap musik. Aku pernah mengatakan ini dan aku ingat sekali pernah kutuliskan di sebuah buku bahwa aku memiliki impian untuk bisa memainkan seluruh alat musik di dunia. Buku itu sudah tidak ada, kata-kata itu sempat kulupakan seiring berjalanya waktu, tetapi mimpi itu masih ada dalam pikiranku. Sekarang, kurang lebih 10 tahun sejak aku mengatakan dan menuliskan impian itu, aku kembali menyadari impianku waktu SD tersebut. Ternyata tanpa kusadari, aku sebenarnya sudah banyak memainkan alat musik yang sangat beragam. Mungkin belum seluruh alat musik di dunia, tetapi banyak alat musik pernah kumainkan. Sebut saja alat-alat musik di orkestra seperti violin, viola, cello, contrabass, flute (alat musik yang memang kumainkan di orkestra), oboe, clarinet, bassoon, french horn, trumpet, trombone, tuba, dan alat-alat perkusi lainnya, semuanya pernah kucoba. Yaa memang tidak mahir, hanya coba-coba gesek, tiup, dan pukul saja. Tetapi sebenarnya, bisa kubilang, ini adalah jawaban Tuhan atas impianku yang terkubur lama. Di gereja pun aku mendapatkan kesempatan untuk memainkan beberapa alat musik tradisional Indonesia, seperti kolintang, angklung, angklung toel, gong, dan lain-lain. Ketika aku menyadari ini, aku hanya bisa tersenyum dan merasa bahwa ketika aku pun sudah hampir melupakan impianku, Tuhan tetap ingat apa yang kuimpikan.

Ibuku percaya sekali dengan kekuatan impian. Ibuku ketika masih kecil memiliki impian sederhana untuk bisa melihat salju. Setelah hampir 30 tahun, akhirnya ibuku benar-benar tercapai impiannya untuk melihat salju ketika beliau memiliki kesempatan pergi ke Amerika. Ibuku percaya dengan apa yang dituliskan Rhonda Byrne dalam buku The Secrets. Bila kamu punya impian, kamu berusaha mencapainya, dan kamu bersabar untuk mencapai impian tersebut, niscaya kamu akan bisa meraih impian tersebut. Aku percaya dengan hal tersebut, karena aku telah menjadi saksi atas beberapa orang yang mengejar impiannya dan akhirnya menggapai impian tersebut atau sukses setelah impiannya tercapai. Impian ini bisa kubilang seperti merupakan passion dari seseorang. Yes, back to passion. I really are sure that this year is a year of passion :)

Aku mau membagikan sedikit impianku yang awal tahun ini tercetus oleh diriku. Orang-orang mungkin menyebutnya sebagai things to do before I die. Selain memainkan seluruh alat musik di dunia, aku memiliki impian untuk bisa menjelajahi semua museum di dunia. Tidak ada kata terlambat untuk mengejar impian kan, walaupun agak-agak menyesal sih karena dari dulu punya kesempatan untuk pergi ke keluar negeri tapi keinginan untuk benar-benar menyambangi museumnya belum sebesar sekarang, hehe.. Mari kita lihat ada berapa banyak alat musik dan museum yang bisa kusambangi sebelum aku meninggal, haha..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak dan Ibunya yang sedang Menyulam

Seorang anak melihat ibunya sedang menyulam di ruang tamu. Sang ibu duduk di sebuah kursi santai dan mulai menyulam dengan tenang. Tampak telaten ibu tersebut memasukkan benang ke dalam jarum, mulai menusukkan jarum ke kain sulamannya, dan mulai menyulam perlahan-lahan. Sang anak yang penasaran dengan apa yang ibunya lakukan mendatangi ibunya. Dia berlari kecil ke hadapan ibu, dan menarik-narik celana ibunya untuk mendapatkan perhatian dari ibunya. "Ibu ibu, sedang apa sih ibu?". "Ibu sedang menyulam sayang, ibu sedang membuat menyulam gambar seorang anak yang sedang berdoa.". "Ooohhh, hebat sekali ibu." Jawab anak tersebut dengan kagum. Ibu tersebut hanya bisa tersenyum mendengar komentar anaknya. Tidak berapa lama, anaknya kembali bertanya kepada ibunya "Bu, kok sulamannya tidak berbentuk seperti anak yang sedang berdoa? Kelihatannya malah seperti benang kusut?". Ibunya diam saja namun tersenyum mendengar pertanyaan anaknya yang berada di

Sindroma Kepala Dua

Hal pertama yang kulakukan sebelum aku menulis postingan ini adalah mengganti judul blog ini. Gak tahu ya hal simpel ini cukup bermakna buatku. Entah kenapa aku memiliki keinginan yang besar untuk menulis sekarang. Tapi aku tidak tahu apa yang ingin kutulis, jadi aku akan mengeluarkan saja semua yang ada di pikiranku sekarang yaa. Baru beberapa hari silam, aku bercengkrama dengan seorang temanku tentang menulis di blog. Aku merasa bahwa tulisanku dulu dan sekarang itu berbeda. Dulu aku bisa menulis dengan bebas, aku merasa apapun bisa kutulis tanpa mempedulikan apapun, kreativitas bisa kutumpahkan dalam tulisan. Sekarang aku berbeda dengan yang dulu. Aku sekarang lebih memerhatikan gramatika penulisan, aku memerhatikan kohesivitas tulisan dari awal sampai akhir, aku menulis dengan berhati-hati agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Aku memang seorang mahasiswa yang mau tak mau harus membuat tulisan-tulisan dengan kaku, perlu mencantumkan sumber, harus memerhatikan berbagai as

Mengejar Trotoar

I've made up my mind, Don't need to think it over If I'm wrong, I am right Don't need to look no further, This ain't lust I know this is love But, if I tell the world I'll never say enough 'cause it was not said to you And that's exactly what I need to do If I end up with you [Chorus] Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements? Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up, Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere I build myself up And fly around in circles Waitin' as my heart drops And my back begins to tingle Finally, could this be it [Chorus] Or should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would it be a waste Even if I knew my place Should I leave it there Should I give up Or should I just keep chasin' pavements Even if it leads nowhere Or would