Aku semakin paham dengan istilah "manusia tidak ada yang sempurna" atau pepatah mengatakan "tiada gading yang tak retak". Manusia adalah makhluk yang terus berkembang dan manusia bisa belajar dari kesalahannya. Pernah kubaca bahwa orang yang sukses adalah orang yang beberapa kali mengalami kegagalan, tetapi terus mencoba mencapai tujuannya sampai pada akhirnya dia mendapatkan yang dia impikan. Tetapi yang mau kubicarakan bukanlah mengenai kesuksesan, bukan pula tentang kegagalan. Aku ingin berbagi cerita tentang diriku sendiri yang ternyata adalah manusia. Ternyata adalah manusia? Ya ternyata, karena aku baru menyadari bahwa aku se-tidak sempurna itu. Aku memang menyadari bahwa diriku tidak sempurna, tetapi ternyata aku lebih tidak sempurna dari apa yang kubayangkan.
Berawal dari sebuah mimpi yang melekat di pikiranku. Mimpi biasanya tidak mudah orang ingat, tapi mimpi ini terpatri jelas di ingatanku. Mimpi ini tentang seseorang, entah bisa kusebut teman, kolega, atasan, atau label apapun itu, dan orang itu pergi. Aku memang tidak menyukai orang ini jadi kepergiannya bukanlah masalah buatku. Padahal sebelumnya, masih di dalam dunia mimpi, dia menyambutku dengan hangat dan aku bercerita banyak dengan dirinya. Aku terbangun dan aku merasa apa yang kumimpikan itu menakutkan. Aku tidak memikirkan tentang orang ini sama sekali tetapi dia tiba-tiba muncul dalam mimpiku. Memang ada yang bilang bahwa mimpi itu merupakan apa yang ada di alam tidak sadar kita, kemudian dia muncul tanpa disadari melalui mimpi. Sempat beberapa jam aku mencari tahu mengapa tiba-tiba dia muncul di mimpiku dan berusaha mencari makna dibalik mimpi (disamping karena aku memang orangnya mudah kepikiran sesuatu), tetapi akhirnya kuhiraukan saja dan melanjutkan hidup seperti biasa.
Esok harinya, salah satu teman dekatku menghubungiku. Kita membahas hal lain sampai pada akhirnya aku menceritakan mimpiku ini. Dia bahkan bisa menebak dengan mudah siapa yang kumimpikan, haha.. (kayaknya yang baca tulisan ini dan kepo juga bakal tahu deh). Lalu ada kata-katanya yang membuat aku sangat kaget: "Bil, mungkin mimpimu itu manifestasi dari harapanmu gak sih?". Mindblowing, itu yang ada dipikiranku. Ada benarnya juga bahwa aku memang ingin orang ini pergi, namun dalam dunia nyata aku tak memiliki keberanian to get rid of this person from my life. Jadi aku supresi semua keinginanku dan menjalani kehidupanku seperti biasa. Ini membuka mataku, membuka mata karena apa yang dikatakannya benar. Hal pertama yang kupikirkan adalah "aku ternyata jahat juga ya ingin orang pergi dari kehidupanku, padahal mungkin sebenarnya orang ini tidak salah apa-apa.". Terima kasih ya Tuhan aku memiliki teman yang empati pada diriku dan berpikir sangat objektif terhadap apa yang kuceritakan.
Oke, dua paragraf sebelumnya menceritakan latar belakang kenapa akhirnya aku berpikir diriku sebegitu manusianya. Kontemplasi dimulai setelah ini. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa kontemplasi adalah "renungan dsb dng kebulatan pikiran atau perhatian penuh". Ya, aku kemudian merenung setelah kaget atas kenyataan yang temanku beberkan padaku. Bisa dibilang tulisan setelah ini merupakan notulensi dari pikiranku sendiri yang sedang memikirkan tentang diri sendiri.
Pertama aku merasa, seperti yang sudah kubilang sebelumnya, bahwa aku orang yang jahat. Memang sih aku pernah menyadari bahwa aku jahat, tetapi temanku bilang kalau aku bukan jahat tapi tega. Kenapa jahat (atau tega versi temanku)? Karena sebenarnya orang yang kumimpikan ini setelah kupikir-pikir lagi tidak salah apa-apa padaku, tapi aku yang terlarut dalam pikiran negatifku. Aku menyadari aku melihat orang dari sampulnya, bukan orang itu secara mendalam. Aku menyadari aku bias, khususnya bias negatif, sehingga hal-hal baik yang orang lain lakukan kadang tidak kuanggap. 1000 kebaikan seseorang bisa saja tidak kuanggap karena 1 kesalahan kecil yang dilakukannya. Aku menyadari juga bahwa aku melakukan ini tidak hanya pada satu orang. Bahkan setelah kupikir-pikir aku melakukannya juga pada pihak otoritas paling dekat dengan diriku. Kalau kupikir-pikir juga, aku mungkin mendapatkan trait ini dari nenekku. Beliau punya prinsip "kalau ada orang yang bersalah sama dirimu, mau kamu mati, hidup lagi, dan dikubur 7 kali kamu jangan sampai melupakan kesalahannya". Aku tahu sih prinsip ini salah dan Alkitab tidak mengajarkan seperti ini. Tapi secara tidak sadar kayaknya aku melakukan hal ini deh... Lalu sekarang aku menyadarinya.
Aku juga merasa berdosa. Dosa yang kumaksud ini secara luas sih dan tidak hanya pada lingkup agama. Aku hidup dalam keluarga Kristen yang dilandasi oleh kasih. Tapi dari apa yang kuceritakan yang kulakukan tidak mencerminkan kasih. Aku belajar psikologi yang belajar empati, aku belajar untuk berusaha memahami orang lain dari kacamata orang lain, aku belajar untuk objektif memandang suatu perkara. Tapi aku sendiri bias memandang orang lain dan subjektif. Aku sebegitu prejudice dan judgemental dalam memandang orang lain. Ironi sih menurutku. Oh aku merasa berdosa juga dengan orang yang kuperlakukan dengan kurang baik atau merasa sudah kuperlakukan kurang baik. Terima kasih siapapun kalian masih memandang sisi positif diriku yang baru sadar sebegitu manusianya aku. Aku ingat menganggap seseorang menyebalkan, tapi orang itu sebenarnya sangat membantu aku. Tetapi bantuannya tidak kuanggap karena sudah keburu pikiran negatif duluan. Well, back to my negative bias.
Aku manusia, jargon yang pernah dipakai di kampusku dan tidak kusangka kupakai dalam kesempatan ini. Aku tidak sempurna dan semakin menyadari ketidak sempurnaanku. Aku bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang mau menerimaku apa adanya. Aku bersyukur juga dengan orang yang mau jujur dengan aku. Kalau dalam teori self-disclosure dan menggunakan johari window, aku sedang melebarkan jendela open-ku di mana aku tahu dan orang lain juga tahu. Aku harap aku yang ternyata manusia ini bisa lebih positif memandang seseorang. Kembali aku merasakan ironi dari kata-kata tadi, karena aku merasa aku sudah sangat positif untuk memandang hidup. Aku yang skripsinya memiliki topik psikologi positif dan menggemari aliran humanistik ini ternyata tergolong negatif berdasarkan hasil kontemplasi diriku.
Oh iya tiba-tiba aku teringat dengan Jerome Jarre, seorang pembuat video Vine yang berusaha menyebarkan hal positif pada dunia. Aku terinspirasi oleh dirinya dan di salah satu konferensi TedX yang ada di Youtube dia bahkan menyatakan kalau dia 'reset his life'. Reset seperti apa? Ini tampaknya tidak kubahas sekarang, hehe.. It just cross in my mind and I want to write it :p
PS: Buat yang beneran kepo, bukan kamu kok yang diomongin. Beneran deh.
Komentar